Penghalang Jiwa

Jika kamu telah berazzam/bertekad untuk berubah, maka komitmenlah dengan tekadmu itu, dan waspadalah akan makar setan kepadamu yang segera datang beberapa saat setelah kau menetapkan azzammu, bahkan boleh jadi datang lebih cepat dari yang kamu kira.

Yang ku maksud dengan berubah disini adalah berubah menjadi orang shaleh dengan segala makna yang terkandung di dalamnya, yang ku maksud dengan berubah disini adalah hijrah dari kondisimu yang sekarang ke kondisi lebih baik, yang ku maksud dengan berubah disini adalah kembali kepada Alloh, kembali kepada jalan yang benar, kembali memperbaharui diri.

Hal yang pasti dalam perjalanan kita menuju perubahan adalah terdapatnya banyak rintangan yang menjegal dan aral yang mengganjal. Aku sebut ini dengan penghalang jiwa. Sebutlah sesukamu! Jika ada ungkapan lain yang lebih pantas dan pas.

Penghalang jiwa manusia untuk kembali, untuk berubah dan atau untuk memperbaharui diri amatlah banyak, namun betapapun banyaknya penghalang tersebut, kembalinya tetap pada dua faktor utama yang memengaruhi manusia, faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal manusia menyangkut fitrahnya hawa nafsu manusia itu sendiri. Firman Alloh swt,

Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas, perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan disisi Alloh lah tempat kembali yang baik.” (Qs. Ali-Imran: 14)

Manusia punya hak penuh untuk mengendalikan hawa nafsunya, pun begitu pula sebaliknya, tidak menutup kemungkinan bagi hawa nafsu untuk mengendalikan manusia sepenuhnya. Permasalahannya menjadi siapa yang mengendalikan dan siapa yang dikendalikan? Siapa yang diikuti dan siapa yang mengikuti? Siapa yang dipimpin dan siapa yang memimpin? Perbedaan manusia dan hewan adalah bahwasannya manusia adalah majikan dari hawa nafsunya, sedangkan hewan, majikannya adalah hawa nafsunya.

Salah satu contoh penghalang jiwa yang kerap muncul dari faktor ini adalah Riya atau takut Riya. Riya berarti beramal agar dilihat orang. Seseorang yang ingin berubah patut bertanya pada dirinya, karena siapa ia berubah? Agar apa ia berubah? Ketika motivasi untuk siapa dan apanya jelas, maka lanjutkanlah perjalanan tanpa menghiraukan bisik-bisik tetangga dari kanan, kiri, depan dan belakang.

Adapun takut Riya, biasanya menimpa seseorang yang baru berjalan beberapa langkah menuju perubahan, bisa karena terprovokasi oleh kata-kata seperti “Tumben kok saum senin kamis?”, “Mau melamar gadis kok jadi rajin solat ya?” dan lain sebagainya, bisa juga karena keraguan diri yang tiba-tiba menyeruak dalam hati.

Bila kita dihadapkan dengan rintangan yang pertama, yakni provokasi orang, tak perlu kita cari motif yang membuat kata-kata provokasi itu muncul, karena semakin kita cari semakin lelah batin kita. Biarlah orang bicara sesuka hati dengan lidah mereka yang tak bertulang. Hal penting yang harus diperhatikan adalah kesadaran kita kalau kata-kata provokasi itu boleh jadi salah satu langkah dari urutan strategi setan untuk mengembalikan kita kepada kondisi sebelumnya, karena biasanya, jika setan gagal mengelabui manusia dengan bisikan langsungnya yang sunyi senyap tak terdengar tapi menghanyutkan, maka ia menggunakan bala tentaranya dari golongan manusia. Jika setan gagal memprovokasi manusia dengan ucapan “Jangan-jangan kamu solat karena riya” melalui mulutnya, maka ia memergunakan mulut manusia untuk mengatakannya, dan kebanyakan manusia kalah pada tahapan ini.

Mengapa kalah?
Jawabannya, karena manusia punya gengsi atau ego. Gengsi atau ego ini mendorong manusia untuk mengambil sikap. Kata-kata provokasi itu tiba-tiba menjadi seperti pisau yang menodong agar yang ditodong menentukan salah satu sikap dari dua pilihan sikap, “teruskan? atau mundur?”. Setiap pilihan mengandung konsekuensi, jika diteruskan takut riya, jika mundur apa kata orang nanti? Mau dikemanakan muka? Gengsi dong! Dan seterusnya pergolakan batin semakin membuat jiwa tak nyaman.

Pada saat berada pada saat kondisi diatas, satu hal yang perlu segera diingat dan disadari, bahwa setan sedang mempermainkan Gharizatul ana pada diri kita, atau tabiatke”AKU”an. Secara fitrah tidak ada manusia yang senang kalau dirinya disudutkan, dicemooh atau dianggap remeh, setiap manusia memandang bahwa dirinya istimewa, eksistensinya diperhitungkan, keberadaannya berguna dan lain sebagainya.

Jika kita tersinggung lantas kemudian goyah dengan apa yang telah kita tekadkan dalam hati, maka kita kalah dengan ego atau gengsi kita, kita mengikuti hawa nafsu kita, itu artinya kita lemah, karena Rosulullah saw mengatakan bahwa orang kuat adalah mereka yang mampu menahan diri tatkala marah. Sama halnya pada saat kita berada pada kondisi ini, saat kita tersinggung, saat kita dituntut untuk membuat pilihan bagaimana lanjutan kisahnya? Mundur atau teruskan? ikuti gengsi pribadi atau komitmen dengan tekad? Jika kita ikuti apa kata gengsi pribadi, itu artinya kita orang lemah, karena kita kalah olehnya, oleh gengsi dan ego kita sendiri.

Satu ungkapan dari Fudhail Bin Iyadh, seorang tokoh sufi abad ke 2 Hijriah cukup ‘tuk mengarahkan bagaimana seharusnya kita bersikap, dia berkata,

((تَرْكُ العَمَلِ مِنْ أجْلِ النَّاسِ رِيَاءٌ، وَالعَمَلُ مِنْ أجْلِ النَّاسِ شِرْكٌ، وَالإخْلَاصْ أنْ يُعَافِيْكَ اللهَ عَنْهُ))

Meninggalkan amal karena manusia adalah riya, beramal karena manusia adalah syirik, adapun ikhlas adalah ketika Alloh melindungimu dari keduanya

Adapun jika kita dihadapkan dengan rintangan kedua, yakni keraguan diri yang menyeruak dalam hati, maka ketahuilah bahwa itu merupakan was wasus syaithan (bisikan setan). Alloh berfirman,

Katakanlah, ‘aku berlindung kepada Tuhannya manusia, Raja manusia, Sembahan manusia, dari kejahatan bisikan setan yang bersembunyi (tak nampak, tak terdengar), yang membisikan kejahatan ke dalam dada manusia, dari golongan jin dan manusia.” (Qs. An-Naas: 1-6)

Faktor yang berikutnya adalah faktor eksternal. Setelah manusia diserang dan dibombardir dari dalam oleh hawa nafsu, selanjutnya adalah serangan luar yang jauh lebih ganas dari serangan sebelumnya. Serangan yang tertuju pada manusia amatlah banyak lagi beragam bentuknya, namun semuanya berasal dari satu otak, yakni setan.

Kata “Syaithan” dalam bahasa arab berasal dari syathanayang berarti menjauhkan atau membengkok kan. Menjauhkan orang yang dekat dengan kebaikan, dan membengkok kan orang yang lurus akhlaknya, atau menambah bengkok mereka yang sudah bengkok akhlaknya. Setan terbagi menjadi dua golongan, setan dari golongan jin dan dari golongan manusia. Adapun setan yang menjadi penyebab turunnya Nabi Adam ke Bumi adalah Iblis dari golongan jin. Alloh berfirman,

Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada Malaikat, ‘Sujudlah kamu kepada Adam!’. Maka mereka pun sujud kecuali iblis, dia adalah dari (golongan) Jin, maka dia mendurhakai perintahnya…” (Qs. Al-Kahfi:50)

Sejak pertama kali manusia diciptakan, setan memang sudah mendeklarasikan permusuhannya terhadap manusia, dalam surat Al-A’raf terlihat jelas permusuhannya terhadap kita,

“(Iblis) menjawab: ‘Karena Engkau telah menyesatkanku, pasti aku akan selalu menghalangi mereka (manusia) dari Jalan-Mu yang lurus.” (Qs. Al-A’raf:16)

Kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, belakang, kanan dan kiri mereka. Dan engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur!” (Qs. Al-A’raf:17)

“(Alloh berfirman): ‘Keluarlah kamu dari sana (surga) dalam keadaan terhina dan terusir! Sesungguhnya barangsiapa diantara mereka ada yang mengikutimu, pasti akan aku isi neraka jahannam dengan kamu semua.” (Qs. Al-A’raf: 18)

Setan sudah malang melintang dalam dunianya (menyesatkan manusia). Profesi dan seluruh jenak hidupnya adalah tentang “Bagaimana menyesatkan Bani Adam (keturunan Adam/Manusia)?”. Segala cara, daya dan upaya ditempuhnya demi merekrut anggota-anggota barunya.

Beruntunglah mereka yang tetap lurus pada tujuannya, walaupun setan seringkali berusaha membengkokkannya. Beruntunglah mereka yang tetap dekat dengan kebaikan, walaupun setiap detik setan berusaha menjauhkannya dari kebaikan tersebut. Merugilah mereka yang mengikuti langkah setan, merugilah mereka yang enggan mendekat dengan kebaikan, karena suatu saat setan berlepas diri dari permintaan tanggung jawab mereka yang ditujukan kepadanya,

Dan setan berkata ketika perkara (hisab) telah diselesaikan: ‘Sesungguhnya Alloh telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku melanggarnya. Tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyerumu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh karena itu janganlah kamu mencerca diriku, cercalah dirimu sendiri, aku tidak dapat menolongmu, dan kamu pun tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu memersekutukanku (dengan Alloh) sejak dahulu’. ‘Sungguh orang yang Zalim akan mendapat siksa yang pedih”(Qs. Ibrahim: 22)

Setan sendiri mengakui bahwa makar dan tipu dayanya itu amatlah lemah, namun walaupun demikian tidak sedikit manusia yang memenuhi seruannya. Alloh berfirman,

“…Sesunggunya tipu daya setan itu lemah” (Qs. An-Nisaa: 76)
Sesungguhnya kamu (iblis) tidak kuasa atas hamba-hambaku kecuali mereka yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang sesat.” (Qs. Al-Hijr: 42)

Seruan setan dengan segala kelemahannya, dengan segala kebusukannya, dengan segala kerendahan nilainya, ditata sedemikian rupa, dibingkis dan dihias semenarik mungkin, seruannya tiba-tiba menjadi begitu menjanjikan, menarik kuat jiwa-jiwa manusia kearahnya, hingga ketika mentari ‘tak menampakan dirinya, barulah manusia sadar bahwa janji setan adalah semu, seperti fatamorgana di tengah gurun tandus nan kering kerontang, begitu menggiurkan dari kejauhan, begitu mendekat, tak ada setetes pun air, yang ada hanya gundukan pasir.

Seribu satu manuver setan lainnya sudah dan senantiasa siap, kapan dan dimanapun kita berada. Akhirnya, setelah kita tahu, paham dan sadar akan penghalang jiwa menuju perbaikan diri, menuju kebenaran, menuju perubahan diri, diharapkan masing-masing dari kita segera berbekal.Walohu’alam bis shawab

Perjalanan kehidupan kita
Dengan detik dan menitnya yang singkat
Dipadati ujian-ujian ringan dan berat
Maka berbekal adalah kemestian
Agar selamat sampai tujuan
Menapak jejak di tempat yang dijanjikan

Cairo, 16 Mei 2010
Sandy Legia

Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment