Islam Tidak Mengenal Dunia entertainment (hiburan)?
Audisi untuk menjadi entertain semakin marak dimana-mana, cara instan untuk cepat kaya tentunya. Tentang hiburan, apakah ada dalam islam konsep hiburan? apakah hiburan itu perlu dipermasalahkan?
Permasalahan pokoknya bukan pada entertainment itu sendiri, tp ap yang terjadi dengan entertainment trsbut? Konotasi entertainment seakan negatif di benak umat islam karena kita punya anggapan bahwa islam tidak mengenal dunia hiburan, padahal kita mengenal sudah sejak 14 abad yang lalu. Hal itu disyaratkan oleh banyak pernyataan dan penyikapan Nabi Muhammad saw tentang hiburan, diantaranya sebagai berikut:
Ketika Abu Bakar RA tidak setuju dengan nyanyian dua budak wanita pada hari raya di rumahnya dan mengusir keduanya, maka Nabi berkata kepada Abu Bakar, "Biarkan keduanya, wahai Abu Bakar, sesungguhnya hari ini adalah hari raya, agar orang-orang Yahudi mengetahui bahwa sesungguhnya di dalam agama kita ini ada hiburan."
Rasulullah SAW juga pernah mengizinkan kepada orang-orang Habasyah untuk bermain dengan tombak mereka di Masjid Nabawi pada hari-hari besar dan Nabi SAW mendorong mereka, "Di bawahmu wahai Bani Arfidah."
Rasulullah SAW memberi kesempatan kepada Aisyah RA untuk melihat mereka dari belakangnya, sedangkan mereka terus bermain dan menari, dan Nabi tidak memandang demikian itu sebagai dosa.
Pada suatu hari beliau pernah menegur suatu pesta perkawinan yang sepi-sepi saja, tidak disertai permainan atau lagu-lagu. Beliau mengatakan, "Mengapa tidak ada permainannya? Sesungguhnya kaum Anshar itu tertarik dengan permainan."
Di dalam sebagian riwayat Rasulullah SAW bersabda, "Mengapa kamu tidak mengirimkan bersamanya orang yang menyanyi dan mengatakan. 'Kami telah datang kepadamu... kami telah datang kepadamu... (karena itu) sambutlah kami...,' sebagai ucapan selamat kami untukmu.
Dari hal diatas dapat kita ambil satu simpulan bahwa fitrah atau tabiat manusia dalam menyukai hiburan tidak dapat dimusnahkan, yang dapat kita lakukan adalah mengarahkannya atau menggantinya dengan yang lebih baik (beradab). sebagai bukti penguat; ketika Rasulullah saw sampai ke madinah, penduduk kota itu sedang merayakan hari raya dengan permainan. Beliau bertanya; “Dua hari raya apakah itu?” mereka menjawab “Di masa jahiliah dulu kami biasa mengadakan permainan-permainan dalam dua hari raya itu. Kemudian Rosul saw mengatakan “Alloh telah memberi penggantinya yang lebih baik bagi kalian, yaitu idul adha dan idul fitri (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad Anas, Ahmad bin Hambal dan An-Nasaiy)
Masalahnya saat ini peradaban yang sedang berkuasa adalah peradaban barat yang seluruh orientasinya adalah materi, yang punya prinsip al ghayah tubarrirul wasilah (menghalalkan segala cara/the end justifies the means), otomatis semua bidang termasuk seni dan hiburan dibuat sedemikian rupa untuk kepentingan materi semata tanpa memandang baik atau buruknya.
Masyarakat belum percaya bahwa jika islam yang memimpin (peradaban islam kembali) hiburan akan ada, yang terbayang dalam benak kebanyakan muslim adalah hukuman potong tangan, rajam dan sebagainya, padahal hukum pidana (hudud) hanya mengambil 5% saja dari keseluruhan hukum2 yang ada dalam syariah islam, itu pun untuk kemaslahatan, dengan syarat, proses dan ketentuan yang tidak asal dilaksanakan. Karenanya salah jika ada yang beranggapan misalkan bahwa jika islam berjaya, tak akan ada bioskop,.. keliru! justeru tetap ada, namun muatan filemnya penuh moral... misal lagi, kolam renang tidak akan ada, keliru, justeru diperbanyak, tapi dipisah antara lelaki dan perempuan. Wallahu'alam
Permasalahan pokoknya bukan pada entertainment itu sendiri, tp ap yang terjadi dengan entertainment trsbut? Konotasi entertainment seakan negatif di benak umat islam karena kita punya anggapan bahwa islam tidak mengenal dunia hiburan, padahal kita mengenal sudah sejak 14 abad yang lalu. Hal itu disyaratkan oleh banyak pernyataan dan penyikapan Nabi Muhammad saw tentang hiburan, diantaranya sebagai berikut:
Ketika Abu Bakar RA tidak setuju dengan nyanyian dua budak wanita pada hari raya di rumahnya dan mengusir keduanya, maka Nabi berkata kepada Abu Bakar, "Biarkan keduanya, wahai Abu Bakar, sesungguhnya hari ini adalah hari raya, agar orang-orang Yahudi mengetahui bahwa sesungguhnya di dalam agama kita ini ada hiburan."
Rasulullah SAW juga pernah mengizinkan kepada orang-orang Habasyah untuk bermain dengan tombak mereka di Masjid Nabawi pada hari-hari besar dan Nabi SAW mendorong mereka, "Di bawahmu wahai Bani Arfidah."
Rasulullah SAW memberi kesempatan kepada Aisyah RA untuk melihat mereka dari belakangnya, sedangkan mereka terus bermain dan menari, dan Nabi tidak memandang demikian itu sebagai dosa.
Pada suatu hari beliau pernah menegur suatu pesta perkawinan yang sepi-sepi saja, tidak disertai permainan atau lagu-lagu. Beliau mengatakan, "Mengapa tidak ada permainannya? Sesungguhnya kaum Anshar itu tertarik dengan permainan."
Di dalam sebagian riwayat Rasulullah SAW bersabda, "Mengapa kamu tidak mengirimkan bersamanya orang yang menyanyi dan mengatakan. 'Kami telah datang kepadamu... kami telah datang kepadamu... (karena itu) sambutlah kami...,' sebagai ucapan selamat kami untukmu.
Dari hal diatas dapat kita ambil satu simpulan bahwa fitrah atau tabiat manusia dalam menyukai hiburan tidak dapat dimusnahkan, yang dapat kita lakukan adalah mengarahkannya atau menggantinya dengan yang lebih baik (beradab). sebagai bukti penguat; ketika Rasulullah saw sampai ke madinah, penduduk kota itu sedang merayakan hari raya dengan permainan. Beliau bertanya; “Dua hari raya apakah itu?” mereka menjawab “Di masa jahiliah dulu kami biasa mengadakan permainan-permainan dalam dua hari raya itu. Kemudian Rosul saw mengatakan “Alloh telah memberi penggantinya yang lebih baik bagi kalian, yaitu idul adha dan idul fitri (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad Anas, Ahmad bin Hambal dan An-Nasaiy)
Masalahnya saat ini peradaban yang sedang berkuasa adalah peradaban barat yang seluruh orientasinya adalah materi, yang punya prinsip al ghayah tubarrirul wasilah (menghalalkan segala cara/the end justifies the means), otomatis semua bidang termasuk seni dan hiburan dibuat sedemikian rupa untuk kepentingan materi semata tanpa memandang baik atau buruknya.
Masyarakat belum percaya bahwa jika islam yang memimpin (peradaban islam kembali) hiburan akan ada, yang terbayang dalam benak kebanyakan muslim adalah hukuman potong tangan, rajam dan sebagainya, padahal hukum pidana (hudud) hanya mengambil 5% saja dari keseluruhan hukum2 yang ada dalam syariah islam, itu pun untuk kemaslahatan, dengan syarat, proses dan ketentuan yang tidak asal dilaksanakan. Karenanya salah jika ada yang beranggapan misalkan bahwa jika islam berjaya, tak akan ada bioskop,.. keliru! justeru tetap ada, namun muatan filemnya penuh moral... misal lagi, kolam renang tidak akan ada, keliru, justeru diperbanyak, tapi dipisah antara lelaki dan perempuan. Wallahu'alam
nice post, mampir di warung kita juga ya jasa sablon gelas plastik bandung
ReplyDelete