Penduduk Palestina Di Tanah Terjajah 1948

Pada tahun 1948 zionis berhasil mendirikan tempat tinggalnya di sekitar 77% tanah Palestina, tentunya setelah mengusir 2/3 penduduk Palestina dari tanah mereka. Ada sejumlah penduduk Palestina yang Israel belum mampu untuk mengusir mereka, jumlah penduduk Palestina ini sekitar 17% dari total jumlah keseluruhan warga zionis saat merema meneguhkan entitasnya. Orang-orang palestina yang bertahan ini kemudian dikenal dengan nama “Palestinian 43”, atau dengan apa yang disebut oleh Israel sebagai “Arab Israel”. Begitulah untuk pertama kalinya kita mendapati masyarakat Palestina menjadi kaum minoritas di negaranya sendiri, bahkan zionis memerlakukan mereka layaknya orang asing yang terpinggirkan.

Kerusakan yang telah dilakukan Israel benar-benar sangat besar. Tingkat kerusakan pertumbuhan kemasyarakatan dan ekonomi di tanah terjajah sudah tak terbayangkan. DR Ibrahim Abu jabir menghitung bahwa telah dihancurkan 478 desa dari 585 desa yang ada.

Zionis berusaha ‘tuk melegalkan segala perbuatannya dengan sesuai dengan slogan mereka “Tanah tanpa penduduk untuk penduduk tanpa tanah”, oleh karenanya mereka selalu berusaha untuk memusnahkan segala hak-hak warga palestina yang mereka usir, yang mereka hancurkan rumah dan perkampungannya. Golda Meir, PM Israel yang lalu berkata “Tak ada yang namanya Orang palestina!!”.

Penghancuran rumah, desa dan perkampungan-perkampungan, Palestina, kuburan-kuburan dilakukan dengan cara membabat habis sampai tak tersisa apapun, tak ada bekas, tak Nampak sisa pemandangan, sehingga orang yang datang berziarah tempat tersebut tidak akan mengira bahwa sebelumnya berdiri rumah-rumah para zionis tempat tersebut adalah rumah, kuburan, atau perkampungan orang-orang palestina.

Sejak pertama kali zionis telah mengatur segala sesuatu yang terkait dengan interaksi terhadap Orang palestina sesuai dengan aturan-aturan berikut ini:

• Disahkannya peraturan dan politik dikotomi yang semena-mena terhadap warga Palestina, menjaikan mereka seperti orang asing di negeri mereka sendiri.

• Menempatkan mereka di kondisi yang serba mencekap, penuh rasa takut, dan perekonomian yang sulit hingga akhirnya membuat mereka tuk melakukan pilihan berimigrasi.

• Usaha untuk menghilangkan identitas Agama dan kebudayaan mereka.

• Sebagai manisfestasi dari politik-politik dikotomi ini telah dibuat sebuah aturan yang menempatkan mereka dibawah pengawasan militer, dan juga pengisolasian perkampungan-perkampungan, keluar dan masuk dengan izin resmi dari pemerintah Israel.

Mengenai peraturan-peraturan ini menteri peradilan Israel yang lalu Jacob Shapira berkata “Hatta Jerman yang NAZI pun tak punya aturan-aturan seperti ini, dan anda tidak akan pernah menemukan peratutan seperti peraturan kami ini...”.

Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment