Pembentukan Masyarakat Palestina
Sisa-sisa peninggalan manusia purba di lembah Nutuf menunjukan bahwa masyarakat Palestina di zaman pra sejarah berasal dari ras yang dinamakan dengan “Ras Laut Tengah”, dan sejak tahun 3000 SM bangsa semit dari Jazirah Arab mulai berimigrasi, berdatangan ke palestina, hingga mereka mendominasi elemen masyarakat yang ada. Seperti orang-orang Kan’an yang datang ke Palestina sekitar tahun 2500 SM. Pada tahun 1500 SM bangsa Semit dari suku atau kabilah Maabiyah, Edomiah dan ‘Umuniyyah berdatangan, dan mereka tinggal di Sebelah selatan Suria, di wilayah yang membentang antara laut mati dan teluk ‘Aqabah, kemudian datang imigran ketiga dari bangsa semit yang merupakan suku Anbath yang telah menetap di Negeri Syam sekitar tahun 500 SM.
Di sisi lain, Para Pelaut dari Asia Minor (Asia Kecil) dan Kepulauan Laut Ejah berdatangan ke Palestina sekitar tahun 1200 SM, kemudian menetap di tepi pantai Palestina, dan mereka dikenal dengan sebutan “PLST”(Palest).
Dengan sangat cepat mereka berbaur bersama orang-orang Kan’an yang ada. Ada pun Bani Israel, mereka telah mencoba untuk memasuki Palestina dibawah kepemimpinan Nabi Musa as. Pada akhir abad ke 12 (sekitar tahun 1230 SM), setelah usaha itu akhirnya mereka menetap di bagian Timur Laut Palestina. Di sisi lain runtuhnya Negara Israel tahun 721 SM menyebabkan berimigrasinya 10 dari 12 Kabilah Yahudi yang ada ke palestina, sebagaimana Tawanan perang Babilonia (tahun 586 SM dan 597 SM) yang berisi sejumlah besar orang yahudi telah dibawa ke irak, hingga kemudian kedudukan dan jumlah orang yahudi yang berada di Palestina menjadi menyusut.
Setelahnya mereka berhasil mencapai beberapa kegemilangan dan kemakmuran, ketika pemerintahan otonom di terapkan oleh kepemimpinan dinasti Makabiah (Kerajaan Yahudi), dan itu terjadi di bawah hegemoni Yunani dan Romawi, tetapi posisi atau kedudukan mereka (yahudi) yang berarti tak pernah kembali lagi semenjak abad ke dua Masehi (setelah tahun 135 M).
Orang-orang Yaman, orang-orang Saba dan orang-orang Mu’in mempunyai banyak koloni (perkampungan-perkampungan kecil) di sekitar Oase yang dilewati jalur perdagangan di Negeri Syam sejak 1000 tahun pertama sebelum masehi. Dan salah satu kabilah Arab terkenal yang pertama kali menetap di Syam dan diantaranya menetap di Palestina adalah Kabilah Qodho’ah yang dikemudian hari mereka memeluk agama Nasrani, kemudian datanglah setelahnya Raja Romawi ke Syam, selanjutnya datanglah kabilah Salîh yang mengganti posisi raja Romawi tersebut. Kemudian Bani Ghasân “Al Ghasâsanah” berimigrasi dari yaman pada penghujung abad ke tiga masehi, dan menetap di sebelah utara Hijaz, kemudian pindah ke Syam. Inggris telah mengakui adanya kekuasan dan dominasi bani ghasân ini, mereka telah mendirikan Negara yang menjadi penyekat antara Romawi dan Persia, kekuasaan mereka meluas dan mendominasi kabilah-kabilah Arab yang ada di palestina. Kekuasaan mereka terus berlanjut hingga sekitar tahun 584 M, dimana keruntuhan mereka bermula, yakni ketika mereka bermusuhan dengan Romawi dan ketika Persia memerangi Syam tahun 613 M. Kekuasan Bani Ghasân akhirnya berhasil ditumbangkan Persia, dan ini terjadi tidak lama setelah wahyu diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dan permulaan menyebarnya agama Islam.
Negeri Syam telah menyaksikan tiga entitas Bangsa Arab sebelum kedatangan islam, Di sebelah selatan ada suku Anbath, di sebelah Utara ada Suku Tadmor (palymira), dan Suku Ghasân ada diantara keduanya. Kekuasaan suku Palymira tidak mencapai Palestina, adapun anbath kekuasaannya terpusat di Petra, sebelah timur Yordania. Dengan cepat kekuasaan mereka meluas, mereka membangun sebuah kerajaan yang dikepalai Harits pertama sejak tahun 169 SM. Pada puncak kejayaannya, negeri mereka mencakup bagian-bagian timur dan selatan Palestina, Huron, Edom, Madyan dan Pantai-pantai Laut Merah. Negeri mereka masih melingkupi daerah kekuasaan dinasti Makabiah dari tiga arah pada masa Harits kedua dan ketiga, hingga akhirnya tidak lama kemudian kekuasaan mereka runtuh oleh Romawi dipenghujung abad pertama masehi.
Setelah Fathul islamy menyebarlah kabilah-kabilah Arab di Palestina, mereka berbaur dan bercampur dengan penduduk yang lebih dulu menempati Palestina, seperti orang-orang Kan’an dan yang lainnya. Terjadilah gerakan Pengislaman (Islamisasi) dan pengAraban yang bertahap dan natural dibawah pemerintahan Islam, hingga Agama penduduk Palestina berubah menjadi Islam, dan lisan mereka menjadi lisan orang-orang arab.
Secara Umum, mayoritas Bangsa Arab yang bertempat tinggal di Palestina merupakan Arab Qohtoniiyah atau arab ‘Aribah, yaitu salah satu dari kabilah arab yang asal-usulnya kembali ke yamaniyyah (orang-orang yaman). Kebanyakan Tentara-tentara Fathul Islamiy berasal dari kabilah-kabilah ini. Seperti, datangnya salah satu suku atau kaum dari orang-orang Asy’ariy ke Tobariyyah dan mendominasi kebanyakan mereka, kemudian beberapa dari anak kabilah judzaam/jadzaam tinggal di Beit Jibrin (salah satu nama daerah di Palestina), berikutnya adalah Tobariyyah yang menempati beberapa tempat di palestina. Tinggal juga kaum dari keturunan Bakar Bin Wail di daerah Janin, yang lainnya keturunan dari Mudhor Bin Nazzar yang menetapi daerah Nablus.
Di daerah Kholil dan sekitarnya telah dihuni oleh Lakhm (nama kabilah), dan cabang dari kabilah Bani Abdud Dar, mereka adalah kerabat Tamim ad Dari R.A. Salah satu kabilah Arab Arubah yang terpenting adalah kabilah Himyar yang kebanyakan dari mereka dinasabkan ke kabilah qodho’ah. Cabang-cabang dari kabilah ini tersebar di Desa Al-Bathaniy (Gaza), Al Jama’in (Nablus), lembah Hanin (Yafa) dan desa-desa lainnya. Salah satu cabang dari kabilah qodho’ah yang tersebar di Palestina adalah kabilah Kalb, Jaram, Qudamah, Bani Bahra, Bani ‘Udzrah, Qain dan Maskah. Salah satu bangsa arab ‘Aribah adalah kabilah-kabilah Bani Kahlan, beberapa kabilahnya yang terpenting adalah Thoi, yang saat ini dikenal dengan nama “Syamr”, kemudian Lakhm, Zubaid, Aus dan Khazraj, semuanya menyebar di berbagai belahan bumi Palestina. Disana juga ada sejumlah besar orang utara Jazirah Arab yang dikenal dengan “Bani Adnan” atau “Bani Ismail” atau “Arab Al Musta’robah” (Orang Asing yang menjadi orang arab), kepadanya Quraisy dinasabkan, dan banyak diantara mereka berdatangan ke Palestina, diantaranya dari keturunan Abu bakar, Umar, Utsman, Ali, Abbas, dan sahabat-sahabat lainnya. Pun begitu pula di sana terdapat kabilah Anzah , harb dan yang lainnya.
Masyarakat Palestina masih merupakan masyarakat yang mayoritas beragama islam dengan lisan orang arab semenjak Fathul Islamiy hingga hari ini. Masa-masa Perang salib tidak sedikit pun berpengaruh terhadap susunan masyarakat kecuali sedikit saja, yaitu ketika tentara salib dari eropa memerangi palestina, namun Kaum Muslimin dapat beradaptasi terhadap serangan ini dengan sangat cepat, sehingga identitas keislaman Palestina akhirnya kembali lagi.
Palestina masih menjadi daerah yang mempunyai daya tarik tersendiri, selain karena karena kedudukannya yang disucikan, juga karena letak geografisnya, iklimnya yang sedang, fasilitas bertani dan berdagang yang memadai, dan lain sebagainya. Beberapa diantara Orang Islam yang menetap di Palestina berasal dari Suku Kurdi, kaum Barbar, cechnya, Bosnia dan Turki, mereka berbaur dengan masyarakat yang ada dan menjadi orang arab.
Di palestina Juga tinggal segelintir atau minoritas dari Kaum nasrani, hidup dengan damai dan tenang di bawah naungan pemerintahan Islam. Diantara Kaum Nasrani Palestina adalah penduduk asli yang tetap pada agamanya, sebagiannya lagi merupakan Kaum Nasrani dari Armenia dan Yunani yang dikemudian hari mereka punya keinginan untuk menetap di tanah suci Palestina. Toleransi Agama Islam pun meluas hingga menyentuh kaum yahudi penduduk Palestina dan pendatang, karena mereka termasuk ahludz dzimmah. Minoritas kecil dari kaum Yahudi hidup biasa tanpa ada obsesi Politik atau menguasai, dan jumlah mereka di awal abad ke 19 M tidak melampaui 5000 orang, kemudian jumlah mereka menjadi sekitar 23.000 sesaat sebelum mulai diadakannya Program Kerja Aktif Pengimigrasian Zionisme sekitar tahun 1880.
Ketika Inggris menjajah Palestina tahun 1918, masyarakat Palestina pada saat itu berkisar 660.000 jiwa, 550.000 diantaranya beragama Islam, 60.000 beragama Nasrani, dan 55.000 beragama Yahudi, atau sekitar 91,73 % Arab, sedangkan 27,8 % Yahudi, dan kebanyakan orang-orang yahudi tersebut merupakan imigran dari Rusia dan Eropa Timur sekitar 40 tahun yang lalu.
Di bawah penjajahan inggris yang berjanji akan mendirikan tanah air Yahudi di Palestina, terbukalah lebar-lebar pintu imigrasi dan lokalisasi (penempatan) bagi yahudi, dimana dalam dalam kurun waktu 1919-1948 sekitar 483 .000 orang yahudi berimigrasi ke Palestina, tetapi sampai keluarnya kebijakan dari PBB tentang pembagian wilayah Palestina tahun 1948, bangsa Arab masih merupakan Mayoritas Penduduk Palestina. Lembaga Statistik PBB – yang memberi saran pembagian wilayah – menyebutkan bahwa jumlah penduduk Arab mencapai 1.237.373 orang (67,5%) dan jumlah penduduk yahudi mencapai 608.225 orang (32,95%). Angka-angka ini didasarkan kepada hasil data sensus Inggris tahun 1946.
Kebijakan PPB yang Zalim dengan membagi wilayah Palestina adalah usaha untuk melegalisasi berdirinya entitas atau eksistensi orang-orang Zionis di Palestina, salah satu bentuk kezaliman yang dibangun dari kebijakan ini adalah pemecah belahan masyarakat Palestina dan pengusiran mereka. Di satu daerah yang diputuskan ‘tuk dibagi, diberikannya kepada yahudi 54% dari keseluruhan tanah palestina, dengan penghuni 498.000 Yahudi dan 497.000 orang arab, adapun daerah yang diputuskan ‘tuk diberikan kepada orang arab hanya 45% dari keseluruhan tanah Palestina, dengan penghuni 725.000 orang arab dan 10.000 yahudi, sedangkan daerah Al-Quds (1% dari tanah palestina) diputuskan berada dalam pengawasan dunia internasional, dengan penghuni 105.000 orang arab dan 100.000 orang yahudi. Berdasarkan hasil perhitungan statistik mendetail yang dilakukan Janet menunjukan bahwa Orang-orang arab Palestina di penghujung tahun 1948 berjumlah 1.398.000, adapun hasil perkiraan Salman pada tahun yang sama menunjukan bahwa jumlahnya 1.441.000.
Karena yahudi sudah siap sepenuhnya untuk perang dengan dukungan Negara-negara besar untuk memaksakan resolusi partisi, dan ekspansi entitas mereka, dan karena mereka mengusir penduduk palestina dari tanah yang ditempatinya, maka hal ini semua menyebabkan terjadinya perang Palestina tahun 1948 yang merupakan tragedi besar bagi masyarakat Palestina. Menurut data statistik PBB tercatat 726.000 orang palestina terusir dan terlantar dari tanah mereka, setelah itu jumlahnya bertambah lagi menjadi sekitar 900.000 pengungsi, artinya ada sekitar 2/3 masyarakat palestina telah dibuang dari tanahnya, dimana yahudi zionis telah melakukan salah satu cara terparah pembersihan etnis dalam sejarah kontemporer. Kemudian zionis melakukan penempatan orang yahudi dari berbagai macam jenis dan warna di tempat para penduduk palestina asli. Pada tahun 1964, yahudi menjajah tanah palestina yang tersisa (Tepi Barat dan Jalur Gaza), dan mengusir 330.000 Orang Palestina yang lainnya.
Angkatan Senjata Zionis telah dan akan senantiasa melarang orang-orang Palestina untuk kembali ke tanah mereka, oleh karenanya sebagian besar orang palestina – lebih dari setengah total keseluruhan masyarakat palestina – masih mengungsi di luar Palestina.
Demikianlah akhirnya masyarakat Palestina tercecer (tahun 2002 jumlahnya mencapai 554.000) di tiga bagian geografis, yaitu:
1. Tanah terjajah palestina tahun 1948; ada sekitar 1.239.000 pada tahun 2002, atau sekitar 12,97% dari keseluruhan masyarakat Palestina.
2. Tanah terjaja Palestina tahun 1967 termasuk di dalamnya wilayah Al-Quds; ada sekitar 3.485.000 jiwa di tahun 2002 atau sekitar 36% dari keseluruhan masyarakat Palestina.
3. Orang-orang Palestina yang berada di luar palestina; ada sekitar 4.830.000 di tahun 2002, atau sekitar 50,55% dari keseluruhan masyarakat palestina.
Permasalahan para pengungsi palestina merupakan permasalahan kemanusiaan terpelik dalam sejarah kontemporer, Jumlah orang-orangnya sangat banyak dan penderitaannya begitu panjang jika dibandingkan dengan para pengungsi lain yang pernah ada sejak tahun 1948, namun kolusi (kerjasama rahasia) internasional antar negara-negara besar masih saja terjadi, khususnya persekongkolan antara Amerika serikat dan zionisme Israel perihal pelarang kembalinya masyarakat palestina ke tanah mereka, walaupun puluhan keputusan PBB dikeluarkan yang menegaskan tentang hak mereka untuk dapat kembali ke tanahnya.
Di sisi lain, Para Pelaut dari Asia Minor (Asia Kecil) dan Kepulauan Laut Ejah berdatangan ke Palestina sekitar tahun 1200 SM, kemudian menetap di tepi pantai Palestina, dan mereka dikenal dengan sebutan “PLST”(Palest).
Dengan sangat cepat mereka berbaur bersama orang-orang Kan’an yang ada. Ada pun Bani Israel, mereka telah mencoba untuk memasuki Palestina dibawah kepemimpinan Nabi Musa as. Pada akhir abad ke 12 (sekitar tahun 1230 SM), setelah usaha itu akhirnya mereka menetap di bagian Timur Laut Palestina. Di sisi lain runtuhnya Negara Israel tahun 721 SM menyebabkan berimigrasinya 10 dari 12 Kabilah Yahudi yang ada ke palestina, sebagaimana Tawanan perang Babilonia (tahun 586 SM dan 597 SM) yang berisi sejumlah besar orang yahudi telah dibawa ke irak, hingga kemudian kedudukan dan jumlah orang yahudi yang berada di Palestina menjadi menyusut.
Setelahnya mereka berhasil mencapai beberapa kegemilangan dan kemakmuran, ketika pemerintahan otonom di terapkan oleh kepemimpinan dinasti Makabiah (Kerajaan Yahudi), dan itu terjadi di bawah hegemoni Yunani dan Romawi, tetapi posisi atau kedudukan mereka (yahudi) yang berarti tak pernah kembali lagi semenjak abad ke dua Masehi (setelah tahun 135 M).
Orang-orang Yaman, orang-orang Saba dan orang-orang Mu’in mempunyai banyak koloni (perkampungan-perkampungan kecil) di sekitar Oase yang dilewati jalur perdagangan di Negeri Syam sejak 1000 tahun pertama sebelum masehi. Dan salah satu kabilah Arab terkenal yang pertama kali menetap di Syam dan diantaranya menetap di Palestina adalah Kabilah Qodho’ah yang dikemudian hari mereka memeluk agama Nasrani, kemudian datanglah setelahnya Raja Romawi ke Syam, selanjutnya datanglah kabilah Salîh yang mengganti posisi raja Romawi tersebut. Kemudian Bani Ghasân “Al Ghasâsanah” berimigrasi dari yaman pada penghujung abad ke tiga masehi, dan menetap di sebelah utara Hijaz, kemudian pindah ke Syam. Inggris telah mengakui adanya kekuasan dan dominasi bani ghasân ini, mereka telah mendirikan Negara yang menjadi penyekat antara Romawi dan Persia, kekuasaan mereka meluas dan mendominasi kabilah-kabilah Arab yang ada di palestina. Kekuasaan mereka terus berlanjut hingga sekitar tahun 584 M, dimana keruntuhan mereka bermula, yakni ketika mereka bermusuhan dengan Romawi dan ketika Persia memerangi Syam tahun 613 M. Kekuasan Bani Ghasân akhirnya berhasil ditumbangkan Persia, dan ini terjadi tidak lama setelah wahyu diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dan permulaan menyebarnya agama Islam.
Negeri Syam telah menyaksikan tiga entitas Bangsa Arab sebelum kedatangan islam, Di sebelah selatan ada suku Anbath, di sebelah Utara ada Suku Tadmor (palymira), dan Suku Ghasân ada diantara keduanya. Kekuasaan suku Palymira tidak mencapai Palestina, adapun anbath kekuasaannya terpusat di Petra, sebelah timur Yordania. Dengan cepat kekuasaan mereka meluas, mereka membangun sebuah kerajaan yang dikepalai Harits pertama sejak tahun 169 SM. Pada puncak kejayaannya, negeri mereka mencakup bagian-bagian timur dan selatan Palestina, Huron, Edom, Madyan dan Pantai-pantai Laut Merah. Negeri mereka masih melingkupi daerah kekuasaan dinasti Makabiah dari tiga arah pada masa Harits kedua dan ketiga, hingga akhirnya tidak lama kemudian kekuasaan mereka runtuh oleh Romawi dipenghujung abad pertama masehi.
Setelah Fathul islamy menyebarlah kabilah-kabilah Arab di Palestina, mereka berbaur dan bercampur dengan penduduk yang lebih dulu menempati Palestina, seperti orang-orang Kan’an dan yang lainnya. Terjadilah gerakan Pengislaman (Islamisasi) dan pengAraban yang bertahap dan natural dibawah pemerintahan Islam, hingga Agama penduduk Palestina berubah menjadi Islam, dan lisan mereka menjadi lisan orang-orang arab.
Secara Umum, mayoritas Bangsa Arab yang bertempat tinggal di Palestina merupakan Arab Qohtoniiyah atau arab ‘Aribah, yaitu salah satu dari kabilah arab yang asal-usulnya kembali ke yamaniyyah (orang-orang yaman). Kebanyakan Tentara-tentara Fathul Islamiy berasal dari kabilah-kabilah ini. Seperti, datangnya salah satu suku atau kaum dari orang-orang Asy’ariy ke Tobariyyah dan mendominasi kebanyakan mereka, kemudian beberapa dari anak kabilah judzaam/jadzaam tinggal di Beit Jibrin (salah satu nama daerah di Palestina), berikutnya adalah Tobariyyah yang menempati beberapa tempat di palestina. Tinggal juga kaum dari keturunan Bakar Bin Wail di daerah Janin, yang lainnya keturunan dari Mudhor Bin Nazzar yang menetapi daerah Nablus.
Di daerah Kholil dan sekitarnya telah dihuni oleh Lakhm (nama kabilah), dan cabang dari kabilah Bani Abdud Dar, mereka adalah kerabat Tamim ad Dari R.A. Salah satu kabilah Arab Arubah yang terpenting adalah kabilah Himyar yang kebanyakan dari mereka dinasabkan ke kabilah qodho’ah. Cabang-cabang dari kabilah ini tersebar di Desa Al-Bathaniy (Gaza), Al Jama’in (Nablus), lembah Hanin (Yafa) dan desa-desa lainnya. Salah satu cabang dari kabilah qodho’ah yang tersebar di Palestina adalah kabilah Kalb, Jaram, Qudamah, Bani Bahra, Bani ‘Udzrah, Qain dan Maskah. Salah satu bangsa arab ‘Aribah adalah kabilah-kabilah Bani Kahlan, beberapa kabilahnya yang terpenting adalah Thoi, yang saat ini dikenal dengan nama “Syamr”, kemudian Lakhm, Zubaid, Aus dan Khazraj, semuanya menyebar di berbagai belahan bumi Palestina. Disana juga ada sejumlah besar orang utara Jazirah Arab yang dikenal dengan “Bani Adnan” atau “Bani Ismail” atau “Arab Al Musta’robah” (Orang Asing yang menjadi orang arab), kepadanya Quraisy dinasabkan, dan banyak diantara mereka berdatangan ke Palestina, diantaranya dari keturunan Abu bakar, Umar, Utsman, Ali, Abbas, dan sahabat-sahabat lainnya. Pun begitu pula di sana terdapat kabilah Anzah , harb dan yang lainnya.
Masyarakat Palestina masih merupakan masyarakat yang mayoritas beragama islam dengan lisan orang arab semenjak Fathul Islamiy hingga hari ini. Masa-masa Perang salib tidak sedikit pun berpengaruh terhadap susunan masyarakat kecuali sedikit saja, yaitu ketika tentara salib dari eropa memerangi palestina, namun Kaum Muslimin dapat beradaptasi terhadap serangan ini dengan sangat cepat, sehingga identitas keislaman Palestina akhirnya kembali lagi.
Palestina masih menjadi daerah yang mempunyai daya tarik tersendiri, selain karena karena kedudukannya yang disucikan, juga karena letak geografisnya, iklimnya yang sedang, fasilitas bertani dan berdagang yang memadai, dan lain sebagainya. Beberapa diantara Orang Islam yang menetap di Palestina berasal dari Suku Kurdi, kaum Barbar, cechnya, Bosnia dan Turki, mereka berbaur dengan masyarakat yang ada dan menjadi orang arab.
Di palestina Juga tinggal segelintir atau minoritas dari Kaum nasrani, hidup dengan damai dan tenang di bawah naungan pemerintahan Islam. Diantara Kaum Nasrani Palestina adalah penduduk asli yang tetap pada agamanya, sebagiannya lagi merupakan Kaum Nasrani dari Armenia dan Yunani yang dikemudian hari mereka punya keinginan untuk menetap di tanah suci Palestina. Toleransi Agama Islam pun meluas hingga menyentuh kaum yahudi penduduk Palestina dan pendatang, karena mereka termasuk ahludz dzimmah. Minoritas kecil dari kaum Yahudi hidup biasa tanpa ada obsesi Politik atau menguasai, dan jumlah mereka di awal abad ke 19 M tidak melampaui 5000 orang, kemudian jumlah mereka menjadi sekitar 23.000 sesaat sebelum mulai diadakannya Program Kerja Aktif Pengimigrasian Zionisme sekitar tahun 1880.
Ketika Inggris menjajah Palestina tahun 1918, masyarakat Palestina pada saat itu berkisar 660.000 jiwa, 550.000 diantaranya beragama Islam, 60.000 beragama Nasrani, dan 55.000 beragama Yahudi, atau sekitar 91,73 % Arab, sedangkan 27,8 % Yahudi, dan kebanyakan orang-orang yahudi tersebut merupakan imigran dari Rusia dan Eropa Timur sekitar 40 tahun yang lalu.
Di bawah penjajahan inggris yang berjanji akan mendirikan tanah air Yahudi di Palestina, terbukalah lebar-lebar pintu imigrasi dan lokalisasi (penempatan) bagi yahudi, dimana dalam dalam kurun waktu 1919-1948 sekitar 483 .000 orang yahudi berimigrasi ke Palestina, tetapi sampai keluarnya kebijakan dari PBB tentang pembagian wilayah Palestina tahun 1948, bangsa Arab masih merupakan Mayoritas Penduduk Palestina. Lembaga Statistik PBB – yang memberi saran pembagian wilayah – menyebutkan bahwa jumlah penduduk Arab mencapai 1.237.373 orang (67,5%) dan jumlah penduduk yahudi mencapai 608.225 orang (32,95%). Angka-angka ini didasarkan kepada hasil data sensus Inggris tahun 1946.
Kebijakan PPB yang Zalim dengan membagi wilayah Palestina adalah usaha untuk melegalisasi berdirinya entitas atau eksistensi orang-orang Zionis di Palestina, salah satu bentuk kezaliman yang dibangun dari kebijakan ini adalah pemecah belahan masyarakat Palestina dan pengusiran mereka. Di satu daerah yang diputuskan ‘tuk dibagi, diberikannya kepada yahudi 54% dari keseluruhan tanah palestina, dengan penghuni 498.000 Yahudi dan 497.000 orang arab, adapun daerah yang diputuskan ‘tuk diberikan kepada orang arab hanya 45% dari keseluruhan tanah Palestina, dengan penghuni 725.000 orang arab dan 10.000 yahudi, sedangkan daerah Al-Quds (1% dari tanah palestina) diputuskan berada dalam pengawasan dunia internasional, dengan penghuni 105.000 orang arab dan 100.000 orang yahudi. Berdasarkan hasil perhitungan statistik mendetail yang dilakukan Janet menunjukan bahwa Orang-orang arab Palestina di penghujung tahun 1948 berjumlah 1.398.000, adapun hasil perkiraan Salman pada tahun yang sama menunjukan bahwa jumlahnya 1.441.000.
Karena yahudi sudah siap sepenuhnya untuk perang dengan dukungan Negara-negara besar untuk memaksakan resolusi partisi, dan ekspansi entitas mereka, dan karena mereka mengusir penduduk palestina dari tanah yang ditempatinya, maka hal ini semua menyebabkan terjadinya perang Palestina tahun 1948 yang merupakan tragedi besar bagi masyarakat Palestina. Menurut data statistik PBB tercatat 726.000 orang palestina terusir dan terlantar dari tanah mereka, setelah itu jumlahnya bertambah lagi menjadi sekitar 900.000 pengungsi, artinya ada sekitar 2/3 masyarakat palestina telah dibuang dari tanahnya, dimana yahudi zionis telah melakukan salah satu cara terparah pembersihan etnis dalam sejarah kontemporer. Kemudian zionis melakukan penempatan orang yahudi dari berbagai macam jenis dan warna di tempat para penduduk palestina asli. Pada tahun 1964, yahudi menjajah tanah palestina yang tersisa (Tepi Barat dan Jalur Gaza), dan mengusir 330.000 Orang Palestina yang lainnya.
Angkatan Senjata Zionis telah dan akan senantiasa melarang orang-orang Palestina untuk kembali ke tanah mereka, oleh karenanya sebagian besar orang palestina – lebih dari setengah total keseluruhan masyarakat palestina – masih mengungsi di luar Palestina.
Demikianlah akhirnya masyarakat Palestina tercecer (tahun 2002 jumlahnya mencapai 554.000) di tiga bagian geografis, yaitu:
1. Tanah terjajah palestina tahun 1948; ada sekitar 1.239.000 pada tahun 2002, atau sekitar 12,97% dari keseluruhan masyarakat Palestina.
2. Tanah terjaja Palestina tahun 1967 termasuk di dalamnya wilayah Al-Quds; ada sekitar 3.485.000 jiwa di tahun 2002 atau sekitar 36% dari keseluruhan masyarakat Palestina.
3. Orang-orang Palestina yang berada di luar palestina; ada sekitar 4.830.000 di tahun 2002, atau sekitar 50,55% dari keseluruhan masyarakat palestina.
Permasalahan para pengungsi palestina merupakan permasalahan kemanusiaan terpelik dalam sejarah kontemporer, Jumlah orang-orangnya sangat banyak dan penderitaannya begitu panjang jika dibandingkan dengan para pengungsi lain yang pernah ada sejak tahun 1948, namun kolusi (kerjasama rahasia) internasional antar negara-negara besar masih saja terjadi, khususnya persekongkolan antara Amerika serikat dan zionisme Israel perihal pelarang kembalinya masyarakat palestina ke tanah mereka, walaupun puluhan keputusan PBB dikeluarkan yang menegaskan tentang hak mereka untuk dapat kembali ke tanahnya.