Apakah Pemuda Indonesia Harapan Dunia?

Harapan Dunia
Pernahkah tergambar dalam benak kita – para pemuda – kalau pada hari esok, pemuda Indonesia menjadi harapan baru dunia? Kenapa mesti tergambar? Karena semuanya bermula dari gambaran, dari konsepsi. Jika tergambar saja tidak, Apakah mungkin jadi wujud nyata? Adalah aksioma bahwa kita tidak akan hidup selamanya. Ada seseorang bahkan ada sekelompok manusia yang akan datang setelah kita, anak cucu kita, dan masyarakat baru yang menempati bumi ini. Kualitas mereka merupakan kontribusi berharga untuk dunia kelak.

Potret Pemuda Hari Ini
Pemuda hari ini sudah barang tentu berbeda dengan seratus atau seribu tahun silam, tantangan dan rintangan hari ini lebih kompleks dan boleh jadi tak pernah terbayangkan oleh generasi sebelumnya. Salah satu tantangan terbesar itu adalah perhatian terhadap nilai-nilai Agama, sekedar perhatian! Jika komitmen terhadapnya dinilai belum tepat untuk dibicarakan. Konsekuensi dari hilangnya perhatian ini adalah “kelalaian” terhadap perintah agama. jika kelalaian dibiarkan, lama-lama akan buruk keadaannya hingga kesadaran akan nilai-nilai agama pun tak mendapat tempatnya.

Dalam kebanyakan kasus, orang yang tak sadar lebih banyak dipengaruhi ketimbang memengaruhi, itu karena kesadaran seumpama tiang untuk berpegangan. Jika sadar sudah hilang, tiang apa lagi yang mungkin digunakan untuk berpegangan jika badai menerpa?

Kesadaran akan nilai-nilai Agama inilah yang paling banyak melatarbelakangi baik atau tidaknya kondisi para pemuda - zaman dulu dan sekarang - sebelum yang lainnya; latar belakang ekonomi, politik dan lain-lain. Sebagai akibat dari hilangnya kesadaran terhadap nilai-nilai Agama, hampir kita dapati di seluruh Kota di Indonesia, terutama kota-kota besar, praktek seks di luar nikah menjadi sesuatu yang lumrah. Menurut data hasil survey KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), sebanyak 32 % remaja usia 14 – 18 tahun di kota-kota besar di Indonesia pernah berhubungan seks. Kota-kota besar yang dimaksud tersebut antara lain Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Narkoba dan judi di kalangan pemuda atau remaja juga merebak. Akibat lainnya adalah presentase remaja broken home meningkat, tawuran, geng motor menjadi-jadi, dan yang lebih parah adalah ajaran setan yang berakhir dengan pembangkangan Agama dan seluruh detail yang ada di dalamnya.

Serendah apapun presentase para pemuda yang menyimpang, maklum tidak diizinkan! Sebagaimana kita tidak pernah memaklumi sakit yang menimpa diri walaupun sedikit. Itu karena kita sadar, bahwa, sekecil apapun penyakit, jika dibiarkan lama-kelamaan menjadi akut, kalau sudah akut, pengobatannya jauh lebih sulit, dan bukankah selama ini kita mengenal ungkapan "Mencegah lebih baik dari pada mengobati"?

Potret Pemuda Masa Lalu
Islam dan kegemilangannya pada masa lalu tidak lepas dari pemuda, dan ini bukan mitos seperti yang sebagian orang katakan bahwa pemuda-pemuda tersebut dan kesuksesannya adalah sosok mitologis. Bukan! Ini bukan mitos sama sekali, data dan fakta sejarah telah menjadi saksinya.

Masa lalu itu penting, tapi bukan sekedar data, karena kita ingin belajar dari sejarah, bukan hanya belajar sejarah, kita tak ingin salah melangkah kedepan, dan itulah salah satu fungsi sejarah, belajar dari kekhilafan lalu agar tak salah melangkah pada masa depan, atau belajar dari kegemilangannya agar lulus sebagai pemenang.

Sosok Pemuda gemilang itu di mulai dari Nabi Muhammad saw yang Imam al laqâni berkata tentangnya “Wa afdhalul khalqi ‘alal ithlaq, nabiyyuna famil ‘anisyyiqaq” . Tak ada lagi perdebatan dalam urusan yang sudah disepakati kebenaran dan kevalidannya. Jika demikian adanya, mengikutinya adalah hal yang seharusnya dilakukan oleh siapapun yang mengaku bahwa Muhammad saw adalah Nabi dan Rasulnya, terlebih lagi mereka yang memelajari detail kehidupannya, dan saya yakin bahwa Mahasiswa Al Azhar amat detail maklumat tentangnya saw.

Sosok berikutnya adalah mereka yang dibimbing langsung oleh Nabi Muhammad saw atau dibawah pengawasannya, dan umumnya mereka adalah pemuda bahkan anak kecil. Imam Ali bin Abi Thalib yang pada saat itu masih kecil, mengangkat tangan “Ana yaa Rasulullah” sebagai jawaban atas pertanyaan beliau saw yang ditujukan kepada sanak keluarganya tentang siapa yang siap menjadi pembela agama yang dibawanya.

Zaid bin Tsabit, 13 tahun umurnya, berkeras hati untuk ikut ke Badr bersama prajulit lainnya, namun karena usia yang masih terlampau muda, beliau ditolak, dan apa yang dilakukan olehnya? Pulang mengadu kepada ibunya An nawâr binti Malik, sembari menangis karena sedih. Masih pada usia yang sama, Zaid juga menjadi sosok yang berpengaruh terhadap semua urusan hubungan diplomasi dan peperangan yang terjadi antara Islam dan Yahudi, beliau mendapat perintah khusus untuk memelajari bahasa suryani dan tulisan yahudi.

Sepeninggal Rasululullah saw, dan para sahabat, datang para tabiin yang meneruskan kegemilangan Islam, usia muda mereka adalah narasi tentang kecemerlangan dan kebrilianan. Sampai pada masa tabi’it tabiin Islam masih gemilang dengan pemuda-pemudinya sebagai penggerak. Kemudian datang generasi baru semisal Al-Khawarizmi dengan Al Jabarnya, Al Haitsam dengan konsep kameranya, Ibnu Sina dengan Al-Qanun yang kemudian Eropa menyebutnya dengan The Canon. Sampai pada jenak ini, Islam masih gilang-gemilang karena peran pemuda-pemudinya.

Tanggung Jawab Siapa dan Mulai Dari Mana?
Kita sudah mendapatkan potret pemuda masa kini yang ternyata berbeda 180 derajat dengan pemuda masa lalu, terutama pemuda-pemudi Islam. Syarat kemenangan dan kegemilangan sebenarnya sama, hanya kemasannya saja yang perlu dibuat berbeda. Jika demikian, apa yang telah membuat pemuda masa lalu sukses dengan segudang prestasinya, maka itu pula yang akan membuat pemuda masa kini sukses seperti para pendahulunya. Maka, penting mengetahui sejarah dan mengambil ibrah daripadanya.

Mulai dari manakah perbaikan? Setelah beres dengan diri sendiri, maka mulailah dari institusi yang paling kecil dan sederhana “Rumah Tangga” atau “Keluarga”. Bagaimanakah seharusnya perbaikan? Perbaikan seharusnya bersinergi, kebaikan yang bersinergi, bersatu-padu, dan berhimpun akan lebih terasa pengaruhnya ketimbang tumpang tindih yang tak ada habis-habisnya, yang satu membangun, yang satu merobohkan. Karenanya, disisi lain, pemerintah pun harus sungguh-sungguh political will nya untuk membenahi seluruh institusi keluarga Indonesia. Tak ada gunanya membenahi puing-puing bencana air bah, kalau banjir masih deras arusnya, bendunglah dulu! kemudian bangun kembali rumah-rumahnya.

Kenapa keluarga? Ketahuilah bahwa generasi masa lalu yang hari ini memainkan perannya sebagai pemimpin, sebagai orang tua, sebagai kakek atau nenek, kualitas mereka semua tidak terlepas dari latar belakang kehidupan saat mereka kecil dan berusia muda. Mereka adalah bentukan masa lalu yang kemudian untuk generasi muda sekaranglah mereka ada, sebagai orang tua, sebagai guru, sebagai dosen, dan peran-peran lainnya. Jika kita sadar ini, maka kita sadar bahwa untuk masa depanlah – Insya Allah – generasi kita ada, dan selanjutnya generasi setelah kita yang akan menggantikan peran kita.

Pendidikan yang efektif dan baik dimulai dari keluarga. Ibu memegang peran sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya, dan ayah pun tak jauh berbeda. Keduanya sama-sama mempunyai peran penting, maka kualitas ilmu, akhlak, dan amal amat ditekankan. Dekandensi moral yang terjadi pada pemuda saat ini tidak lepas dari peran para orang tua, dan sudah barang tentu pemerintah. Permisif secara tidak langsung sudah dibudayakan melalui media-media yang ada, ketambah lagi sebagian orang tua tidak memersoalkan anak gadisnya yang pulang malam dengan lelaki asing, dan ini adalah isyarat tidak langsung dukungan orang tua tersebut terhadap budaya permisif.

Proses pembelajaran pada seorang anak sebenarnya sudah dimulai ketika seorang anak masih seonggok janin. Seorang Ibu yang gelisah batinnya, tidak tenang pembawaannya, negatif cara berfikirnya, secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap janin yang ada di dalam kandungannya, karena itu, pada dasarnya pendidikan dalam kandungan/pralahir berarti mendidik ibu yang sedang mengandung bayinya. Peran seorang lelaki juga tak kalah penting, terutama dalam memberi dukungan moral dan materil pada isterinya yang tengah mengandung. Isteri yang hamil secara umum kondisinya kurang fit, karenanya tugas suami adalah memastikan kondisi dan mentalnya baik sampai masa kelahiran.

Keluarga dan semua seluk beluk yang ada di dalamnya menjadi rahasia keunggulan pemuda-pemudi yang lahir dari rahimnya, sebelum digembleng oleh sesuatu-sesuatu yang lain. Dan ini bukannya tanpa bukti, Rasulullah saw telah membuktikannya, Fatimah, Ali, Hasan dan Husen adalah generasi terbaik setelahnya. Wallahualam bis shawab.

Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment