Mauqif (Sikap) Imam Ghazali Tentang Ilmu Kalam
Mauqif Imam Ghazali tentang Ilmu kalam:
Imam Ghazali sendiri memandang bahwasanya ilmu kalam itu fardhu kifayah, terutama ketika syubhat dan pemikiran sesat merebak, namun pada dasarnya mengimani Allah sendiri adalah dengan 'itiqadul jazim, membersihkan ragu dan sangsi dari keimanan itu sendiri. Nash-nash Al-Quran dan sunnah sudah cukup jelas untuk menunjukan kita akan perihal ketuhanan dengan segala seluk beluknya.
Jika ilmu kalam itu fardu kifayah, maka menghilangkan keraguan yang menjangkiti keyakinan adalah fardhu ain. Masalahnya tipikal orang berbeda. Ada mereka yang iqna' (ngena) dengan dalil dari nash-nash quran dan sunnah, bahkan tanpa butuh interpretasi, ada juga orang yang sedikit mengelu-elukan pemikirannya, dan membanggakan akalnya. Mereka tidak mudah menerima nash quran begitu saja, perlu ada bukti akal yang lebih terjangkau nalar, bukan hanya pernyataan. Nah, karena ada orang seperti inilah ilmu kalam ada. Seandanya semua manusia satu tipikal dalam menerima nash Al-Quran, tunduk, patuh, taat, tenang hati dan mengiyakan begitu mendengar ayat quran dibacakan dan sunnah diterangkan, maka kebutuhan akan ilmu kalam akan lain lagi ceritanya, bahkan lain hukukmnya, boleh jadi mubah, atau yang lainnya.
Imam Ghazali sendiri memandang bahwasanya ilmu kalam itu fardhu kifayah, terutama ketika syubhat dan pemikiran sesat merebak, namun pada dasarnya mengimani Allah sendiri adalah dengan 'itiqadul jazim, membersihkan ragu dan sangsi dari keimanan itu sendiri. Nash-nash Al-Quran dan sunnah sudah cukup jelas untuk menunjukan kita akan perihal ketuhanan dengan segala seluk beluknya.
Jika ilmu kalam itu fardu kifayah, maka menghilangkan keraguan yang menjangkiti keyakinan adalah fardhu ain. Masalahnya tipikal orang berbeda. Ada mereka yang iqna' (ngena) dengan dalil dari nash-nash quran dan sunnah, bahkan tanpa butuh interpretasi, ada juga orang yang sedikit mengelu-elukan pemikirannya, dan membanggakan akalnya. Mereka tidak mudah menerima nash quran begitu saja, perlu ada bukti akal yang lebih terjangkau nalar, bukan hanya pernyataan. Nah, karena ada orang seperti inilah ilmu kalam ada. Seandanya semua manusia satu tipikal dalam menerima nash Al-Quran, tunduk, patuh, taat, tenang hati dan mengiyakan begitu mendengar ayat quran dibacakan dan sunnah diterangkan, maka kebutuhan akan ilmu kalam akan lain lagi ceritanya, bahkan lain hukukmnya, boleh jadi mubah, atau yang lainnya.