Rajam Dan Fenomena Kemanusiaan

Rajam dan HAM kemanusiaanUntuk sementara simpan dulu semua banyangan tentang rajam, biar nanti goresan ini yang menjelaskan. Siapa yang ingin dirajam? Tidak ada sudah barang tentu, karena rajam itu salah satu bentuk hukuman bukan permainan, apalagi kepuasan, islam tidak bangga dengan adanya muslim yang dihukum, karena islam adalah seperti apa yang ditutup-tutupi barat saat ini.

Rajam adalah sebagai salah satu bentuk hukuman bagi mereka yang berzina. Apa semua penzina dirajam? Jelas tidak, rajam hanya diperuntukan bagi mereka yang berzina padahal berstatus sebagai suami/isteri. Lalu apakah jika mereka kedapatan berzina langsung dirajam?

Dalam film The Kite Runner digambarkan bagaimana umat islam Afganistan meringkus paksa seorang wanita dan lelaki ke tengah lapangan untuk dirajam, dan dalam hitungan detik dua pasangan serong ini pun menggelepar tak bernyawa setelah terhantam lontaran-lontaran batu yang melebihi genggaman tangan orang dewasa, betapa mengerikan bukan? Ya seperti itulah yang barat pahami tentang rajam. Sungguh ironis jika kita punya pemahaman yang sama dengan mereka.

Rajam Dan Proses Yang Detail

Selama ini kita hanya tau kalau rajam adalah melempar batu ke si penzina sampai mati titik. Tidak sepenuhnya salah memang, namun ada yang perlu dipahami lagi selain itu, bahwa rajam tidak seperti kebiasaan Densus 88 yang asal meringkus kemudian eksekusi, jika densus tidak bisa dihindari maka rajam mudah untuk dihindari, maksudnya? Agama islam adalah agama rahmat, maka semua hukuman dibangun di atas pondasi kasih sayang. Mari kita telusuri:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : أَتَى رَجُلٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ ، فَنَادَاهُ ، فَقَالَ : " يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنِّي زَنَيْتُ ، فَأَعْرَضَ عَنْهُ ، فَتَنَحَّى تِلْقَاءَ وَجْهِهِ ، فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنِّي زَنَيْتُ ، فَأَعْرَضَ عَنْهُ ، حَتَّى ثَنَّى ذَلِكَ عَلَيْهِ أَرْبَعَ مَرَّاتٍ ، فَلَمَّا شَهِدَ عَلَى نَفْسِهِ أَرْبَعَ شَهَادَاتٍ ، دَعَاهُ ، فَقَالَ : أَبِكَ جُنُونٌ ؟ قَالَ : لا ، قَالَ : فَهَلْ أُحْصِنْتَ ؟ قَالَ : نَعَمْ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اذْهَبُوا بِهِ ، فَارْجُمُوهُ "

Dari Abu Hurairah Rhadiyallahu anhu berkata: “Seorang pria muslim datang ke Rasulullah saw saat beliau di masjid, kemudian pria tersebut memanggilnya seraya berkata ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah berzina’ kemudian Rasululullah saw pun memalingkan wajahnya dan si pria (malah kembali) mengarahkan wajahnya ke Rasulullah saw sambil (lagi-lagi) berkata ‘Wahai Rasulullah, sesunggunya aku telah berzina, Rasul saw pun kembali memalingkan wajah beliau darinya, sampai ketika si pria itu mengulangnya sebanyak empat kali, dan ketika si pria sudah bersaksi 4 kali (bahwa dirinya sudah berzina), Rasul pun memanggilnya dan berkata ‘Apakah kamu ada gangguan jiwa?’ si pria menjawab ‘Tidak’ (Rasul) berkata (lagi): “Apakah kamu sudah beristeri?” si pria menjawab ‘Iya’, Rasul saw pun berkata ‘Bawalah dia, dan rajamlah”. (HR Muslim)

Beberapa pelajaran penting dapat diambil dari hadits di atas:
  1. Hukuman hanya dilakukan ketika si pelaku mengaku (berikrar) atau dengan kesaksian 4 saksi mata. Dalam film biasa kita melihat penyiksaan terhadap tertuduh pelaku kejahatan agar mengaku, maka tidak begitu dengan islam, yang tertuduh tidak boleh dipaksa mengaku dengan siksaan atau kekerasan, dia hanya dihukum ketika mengaku, jika tidak mengaku maka urusannya diserahkan kepada Allah swt, mungkin akan dihukum oleh Allah di dunia, atau di akherat kelak.
  2. Pihak berwenang wajib mencari kepastian lengkapnya semua persyaratan pelaksanaan had (hukum pidana) dan hal ini dapat kita lihat dari evaluasi ulang Nabi Muhammad saw kepada Maiz bin Malik (nama pria dalam hadits di atas) dengan bertanya “Apakah kamu ada gangguan jiwa?”, “Apakah kamu beristeri?”. Kontras bukan dengan apa yang dilakukan densus 88 yang katanya penegak hukum kenyataannya sering salah tangkap bahkan salah bunuh?
  3. Syariat islam adalah syariat pertama yang memberikan dan menjamin hak pembelaan kepada yang tertuduh/tersangka. Hal ini dilakukan agar si tertuduh/tersangka dapat dengan lapang dada dan rela tanpa paksaan menerima hukuman atau setidaknya puas karena sudah ada usaha pembelaan. Karena itu lah kita lihat di dalam hadits bahwa Nabi Muhammad saw bertanya kepada Maiz agar memberinya kesempatan untuk melakukan pembelaan.

Perlakuan Kemanusiaan Terhadap Pelaku Kejahatan

Jika kita cermati baik-baik semua hukuman pidana dalam islam, bukanlah dimaksudkan untuk menghinakan atau sekedar menyiksa, apalagi memerlakukan manusia layaknya hewan seperti apa yang terjadi di penjara Guantanamo Amerika. Fenomena memanusiakan manusia akan kita temukan dalam hukum islam, mulai dari seperti apa alat untuk menghukumnya, proses penghukuman dan pelaksanaan hukumannya itu sendiri, yang jika semuanya ditegakan dengan benar insya Allah akan menciptakan masyarakat yang sadar akan jeleknya keburukan dan membuat jera orang-orang yang pernah melakukan keburukan/kejahatan.

Banyak sekali fenomena memanusiakan manusia dalam hukum islam, salah satunya apa yang pernah saya tulis tentang model penjara islami, jika tertarik silahkan baca di link berikut: Model Penjara Islami.


Sebagai contoh lain fenomena kemanusiaan ini adalah sebagai berikut:

عن عمران بن حُصَيْن -رضي الله عنه- أن امرأة من جهينة أتت النبي وهي حبلى من الزنا فقالت: يا نبي الله أصبت حدا فأقمه علي، فدعا نبي الله وليها فقال: أحسن إليها، فإذا وضعت فأتني بها، ففعل فأمر بها فشكت عليها ثيابها، ثم أمر بها فرجمت، ثم صلى عليها، فقال عمر -رضي الله عنه-: أتصلي عليها يا نبي الله وقد زنت؟! فقال: لقد تابت توبة لو قسمت بين سبعين من أهل المدينة لوسعتهم، وهل وجدت أفضل من أن جادت بنفسها لله

Dari ‘Imran bin Hushain Rhadiyallahu anhu bahwasannya ada seorang wanita dari (kabilah) Juhainah mendatangi Nabi Muhammad saw dalam keadaan hamil hasil perzinaan, wanita tersebut berkata: “Wahai Nabiyallah, aku telah melakukan dosa yang patut mendapat hukuman had, maka laksanakan lah (hukuman had tesebut) kepadaku”. Kemudian Nabi Muhammad saw memanggil walinya (keluarganya) dan berkata “Perlakukan lah ia dengan baik, jika dia sudah melahirkan, bawalah ia kepadaku”. Kemudian (walinya) melakukannya (melakukan perintah Rasul saw). Kemudian Nabi saw meminta untuk menghadirkan wanita tersebut dan menyuruh (orang) untuk mengencangkan bajunya (mengikat kencang bajunya), lalu beliau memerintahkan agar wanita itu dirajam. Rasul pun menyalatinya. Umar RA berkata “Apakah engkau menyalatinya wahai Rasulallah, padahal ia telah berzina?”, Rasul pun berkata “Dia telah melakukan taubat dengan taubat yang apabila dibagikan kepada 70 penduduk Madinah, niscaya merea semua akan mendapatkan bagian. Apakah engkau menemukan ada yang lebih baik dari seseorang yang sepenuh hati menyerahkan dirinya kepada Allah swt?” (HR Muslim)

Beberapa pelajaran penting dapat diambil dari hadits di atas:
  1. Pelaksanaan had (hukuman pidana) dapat dilaksanakan ketika ada keterangan, dan pengakuan (ikrar) adalah salah satu keterangan tersebut, keterangan lainnya adalah kesaksian empat orang. Hal yang menarik disini adalah bahwa kasus perzinahan yang terjadi pada zaman Nabi Muhammad saw tidak ada satu pun yang terbukti dengan keterangan kesaksian, semuanya terbukti dengan pengakuan masing-masing pelaku, hal ini menujukan akan keistimewaan generasi sahabat/sahabiyyah dan komitmen mereka pada penyucian diri. Jika salah seorang diantara mereka melakukan maksiat –sesedikit apapun maksiat tersebut – segera mereka menemui Nabi Muhammad saw dan melakukan pengakuan atas apa yang telah mereka lakukan.
  2. Rasul saw menyuruh agar memerlakukan wanita tersebut dengan baik karena dua sebab, pertama karena boleh jadi beliau takut bahwa kaumnya (kabilahnya) akan menyakiti si wanita lantaran dia telah mencoreng nama baik kelompoknya, kedua kasih sayang kepada orang yang telah bertaubat dengan taubat yang sungguh-sungguh. Keduanya menunjukan bahwa tidak ada siksaan tambahan dan bahkan orang-orang yang berbuat salah tidak pantas dihinakan dengan siksaan.
  3. Dalam hadits Rasul saw menyuruh agar baju si wanita dikencangkan, ini isyarat akan perhatian yang detail terhadapnya kalau-kalau saat pelaksanaan hukuman had auratnya tersingkap.
  4. Kasih sayang terhadap bayi/anak kecil. Walaupun si jabang bayi hasil perzinaan, ia tetap diperlakukan seperti layaknya anak yang lain. Kesalahan ibunya tidak lantas membuat si anak menjadi bersalah, dosa tidak bisa dilimpahkan kepada yang tidak bersalah sehingga berhak mendapat hukuman. Pernah pada suatu saat Rasulullah saw hendak membatalkan hukuman rajam lantaran tidak ada orang yang bersedia menyusui si jabang bayi hasil perzinahan, “Kalau begitu, kita tidak (jadi) merajamnya sebab tidak ada yang menyusui anaknya (nanti)” kata Rasulullah, kemudian ada seorang lelaki dari kaum Anshar berkata “Kami bersedia menyusuinya wahai Nabiyallah”. Hukuman itu pun kemudian dilaksanakan. Bandingkan hal ini dengan hukuman pejabat korup di cina, satu orang yang salah, semua kena imbasnya, anak dan isterinya.
  5. Larangan mencerca/mencela orang yang telah melakuakan zina. Dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda “Jika salah seorang budak wanitamu berzina dan terbukti perzinahannya cambuklah dia dan jangan engkau mencercanya”.
  6. Iman yang hidup dalam hati walaupun sesekali redup, inilah yang nampak dari wanita dalam hadits di atas. Ketika dia merasa bersalah, jatuh ke dalam kubangan maksiat, segera imannya kembali hidup dan bergegas kembali kepada Allah dengan mengambil pilihan taubat yang paling berat namun juga paling dapat diharapkan diterima disisi Allah, padahal bisa saja dia bertaubat kepada Allah dengan diam-diam, karena tidak seorang pun akan berusaha mencari-cari aib dan kesalahannya, namun dia lebih memilih hal yang terberat dengan menemui Nabi saw dan meminta agar hukuman had dilaksanakan kepadanya karena takut kalau-kalau taubatnya tidak diterima jika had tidak dilaksanakan.
Demikianlah penjelasan rajam yang selama ini ditakuti dan diklaim sebagai satu-satunya bentuk syariat islam, padahal hukum pidana di dalam islam hanya 5% dari total keseluruhan hukum/syariat islam, sayangnya karena media dikuasai barat apa yang ditampakan adalah yang mengerikan, adapun nilai-nilai kemanusiaannya disembunyikan, sebalinya apa yang dilakukan tentara-tentara Amerika di daerah jajahan mereka seperti pemerkosaan, penyiksaan sewenang-wenang ditutup-tutupi, mungkin ini yang barat sebut dengan demokrasi dan kebebasan berekspresi. Wallahu’alam bis shawab.

Disarikan dan ditambah dari buku Hadits tematik Marwan Mustafa Syahin

Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment