Yang Harus Diketahui Oleh Para Pejuang Dakwah
Ternyata dari dulu tantangan dakwah ini sama saja, hanya casing atau modelnya saja yang berbeda, tapi intinya sama, yaitu pihak musuh selalu menyembunyikan fakta tentang kebenaran atau memutarbalikannya.
Hal tersebut dimaksudkan agar banyak orang yang terhasut untuk menjauhi dakwah ini dan bahkan agar banyak orang membeci dakwah ini. Jika dakwah dimusuhi, maka jumlahnya akan menjadi minoritas karena tidak berkembang secara kuantitas. Apakah saat seperti ini kita mesti putus asa, minder dan menyerah???
Maka saya katakan bahwa Kita harus membedakan dua kemenangan:
1. Kemenangan Parsial (contoh: kemenangan dalam bidang politik).
2. Kemenangan Hakiki atau kemenangan yang bersifat menyeluruh (integral).
Syarat kemenangan yang satu dan yang kedua kadang-kadang berbeda. Jika yang dimaksud adalah kemenangan hakiki, kemenangan tidak ditentukan oleh kuantitas, tapi oleh kualitas, namun jika yang dimaksud adalah kemenangan parsial dan dalam hal ini contohnya adalah kemenangan dalam bidang politik, maka syaratnya adalah kuantitas.
Kemenangan dalam bidang politik adalah kemenangan yang besar, namun tetap tidak dapat dikatakan sebagai kemenangan hakiki, karena menguasai pemerintahan bukan maksud dan tujuan dari dakwah, menguasai adalah sarana, sama halnya seperti khilafah yang juga bukan tujuan, melainkan sarana untuk merealisasikan rahmatan lil ‘alamin dan ustadziyatul ‘alam.
Boleh jadi kita menang kuantitas dalam bidang politik, tapi kalah banyak dalam hal yang lainnya, ekonomi, imkaniyyat (peralatan atau logistik) dan lain sebagainya. Mereka yang membenci Islam kuat dananya, lengkap peralatannya, gencar propagandanya, dan boleh jadi lebih banyak secara kuantitas ketimbang umat Islam.
Tentang kemenangan hakiki, yang menang bukan mereka yang banyak secara kuantitas, tapi yang menang adalah mereka yang solid walau sedikit, yang cerdas, dan efektif, semuanya terkait kualitas, bukan kuantitas. Kita tidak membutuhkan banyak orang kaya, tapi kita membutuhkan beberapa orang kaya yang berpengaruh dan berkualitas sehingga kekayaannya bermanfaat untuk umat (syukur-syukur kalau banyak), kita juga tidak butuh memasang iklan banyak-banyak, tapi istimrar (terus menerus), berkesinambungan, efektif dan dapat diprediksi berpengaruh besar, kita juga tidak butuh banyak kader yang bergelar doktor, yang kita butuhkan lebih banyak adalah orang-orang berkualitas doktor (syukur-syukur berkualitas dan bertitel doktor).
Jumlah kader dakwah hari ini sangat banyak, tapi ini tidak lantas menjadi pertanda kemenangan, namun pertanda akan adanya semacam ujian dari Allah swt sebagaimana umat-umat terdahulu telah diuji.
“Maka ketika Talut membawa bala tentaranya, dia berkata ‘Allah akan menguji kamu dengan sebuah sungai, maka barang siapa meminum (airnya), dia bukanlah pengikutku, dan barang siapa tidak meminumnya maka dia adalah pengikutku, kecuali menciduk seciduk dengan tangan’. Tetapi mereka meminumnya kecuali sebagian kecil dari mereka. Ketika dia (Talut) dan orang-orang beriman yang bersamanya menyebrangi sungai itu, mereka (orang-orang yang minum) berkara ‘Kami tidak kuat lagi pada hari ini untuk melawan Jalut dan bala tentaranya’. Berkatalah orang-orang yang yakin bahwa mereka akan menemui Allah ‘Berapa banyak kelompok kecil akan mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah. Dan (pertolongan) Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Baqarah: 249)
Mundurnya kader dari medan dakwah disebabkan oleh dua hal:
1. Persiapan mental dan ruhiyyah kader itu sendiri.
2. Propaganda mereka yang benci dengan dakwah ini.
Kita telah sepakat untuk tidak melewatkan setiap ayat quran kecuali dengan tadabbur maknanya, dan tadabbur berbeda dengan tafsir, tadabbur lebih kepada mengambil pelajaran dari setiap ayat yang kita baca, kemudian dikaitkan dengan kondisi kita atau kondisi sekeliling kita, tentunya setelah tahu makna ayat secara umum dan arti katanya satu-persatu, plus asbab nuzul dan tafsiran ayat tersebut.
Pertama, persiapan mental kader itu sendiri. Dalam ayat di atas terlihat jelas bahwa ujian yang dihadapi oleh tentara Talut teramat enteng, namun walaupun begitu entengnya ujian tersebut, banyak Tentara Talut yang tidak lulus ujian. Saat hendak menghadapi Jalut (musuh), nyali mereka mendadak menjadi ciut, bagaimana tidak? Hal yang enteng (minum air) sekalipun tidak sanggup mereka taklukan, maka apatah lagi hal yang besar (perang). Adapun mereka yang beriman, tetap pada pendirian, karena mereka mampu bersabar.
Sabar, adalah mental (baca: akhlak) yang harus dipupuk dan terus-menerus disiram agar tumbuh dan semakin menghunjam akarnya di jiwa. Sabar di jalan dakwah berarti sanggup menahan diri untuk tidak tergesa-gesa memutuskan, dan sanggup bertahan ditengah kemalangan. Tidak sedikit kader yang mundur lantaran hal sepele, kenapa saya katakan sepele? Karena solusinya hanya cukup dengan tabayyun/tatsabbut dan husnudzhan. Citra dakwah akhir-akhir ini banyak dijelekkan rupanya, baik dengan menjelekan citra pimpinan-pimpinannya, maupun menghasut orang untuk meragukan manhajnya.
Padahal, jika saja tabayyun dan husnudzhan dikedepankan, insya Allah akan lain ceritanya.
Inilah yang saya maksud dengan persiapan mental. Untuk memupuknya, kedekatan kepada Allah perlu dijaga, salat subuh di masjid bagaimana? Ini perlu ditanyakan kepada diri pribadi. Dzikir-dzikirnya? Simple sebenarnya, hanya saja butuh sedikit pengorbanan.
Kedua, propaganda mereka yang benci dengan dakwah ini. Sesungguhnya hal ini bukan hal baru, tapi hal lama dengan terus menerus pembaharuan casing dan model. Ibnu Abbas berkata tentang sebab turunnya ayat 174 surat Al-Baqarah: “Ayat ini ditujukan kepada para pembesar Yahudi dan ulama-ulama mereka, dulu mereka istimewa, dan pernah berharap agar nabi yang akan datang kemudian adalah dari golongan mereka. Maka ketika Muhammad saw diutus yang jelas-jelas bukan dari golongan mereka, mereka pun takut kehilangan kedudukan dan kenyamanan hidupnya, karena itu dengan sengaja mereka merubah sifat Nabi Muhammad (yang termaktub dalam kitab mereka), kemudian berkata: ‘Inilah sifat nabi yang akan keluar pada akhir zaman, sama sekali tidak menyerupai nabi ini (Muhammad)’. Maka kemudian Allah menurunkan ayat ini.
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, salah satu agenda mereka yang benci kepada Islam adalah menghasut umat islam untuk meragukan kebenaran Islam, lebih jauh lagi mereka juga menghasut para kader dakwah jamaah tertentu untuk meninggalkan jamaah tersebut, dan menjadi muslim yang netral, tidak berapiliasi kemanapun, berdakwah sendiri, dan menjadi lone ranger. Jadilah orang islam berdakwah sendiri-sendiri, disaat yang sama mereka yang benci terhadap islam berhimpun dan bersatu padu, siapa yang menang? Yang bersatu padu atau yang tercerai berai? Jawab!!!
Saya tidak akan membahas pentingnya berjamaah atau amal jamai’ disini, karena tentang hal itu bisa didapati di mana-mana. Saya hanya ingin mengatakan bahwa seharunsya isu-isu miring itu tidak lantas ditelan bulat-bulat, tapi dicerna dulu, sebagaimana makanan yang dikunyah sebelum ditelan dirasakan, enak atau enggak? Dicari siapa yang mengambil untung jika isu tersebut menyebar? Adakah kemaslahatan untuk dakwah jika isu itu menyebar? Begitu seharusnya.
Salah satu hal diatas mengimbasi hal yang lain , maksudnya, kader yang minim persiapannya, akan mudah termakan isu-isu atau propaganda yang nihil kebenarannya. Wallahu’alam.
Cairo, 27 Januari 2012
Sandy Legia
Hal tersebut dimaksudkan agar banyak orang yang terhasut untuk menjauhi dakwah ini dan bahkan agar banyak orang membeci dakwah ini. Jika dakwah dimusuhi, maka jumlahnya akan menjadi minoritas karena tidak berkembang secara kuantitas. Apakah saat seperti ini kita mesti putus asa, minder dan menyerah???
Maka saya katakan bahwa Kita harus membedakan dua kemenangan:
1. Kemenangan Parsial (contoh: kemenangan dalam bidang politik).
2. Kemenangan Hakiki atau kemenangan yang bersifat menyeluruh (integral).
Syarat kemenangan yang satu dan yang kedua kadang-kadang berbeda. Jika yang dimaksud adalah kemenangan hakiki, kemenangan tidak ditentukan oleh kuantitas, tapi oleh kualitas, namun jika yang dimaksud adalah kemenangan parsial dan dalam hal ini contohnya adalah kemenangan dalam bidang politik, maka syaratnya adalah kuantitas.
Kemenangan dalam bidang politik adalah kemenangan yang besar, namun tetap tidak dapat dikatakan sebagai kemenangan hakiki, karena menguasai pemerintahan bukan maksud dan tujuan dari dakwah, menguasai adalah sarana, sama halnya seperti khilafah yang juga bukan tujuan, melainkan sarana untuk merealisasikan rahmatan lil ‘alamin dan ustadziyatul ‘alam.
Boleh jadi kita menang kuantitas dalam bidang politik, tapi kalah banyak dalam hal yang lainnya, ekonomi, imkaniyyat (peralatan atau logistik) dan lain sebagainya. Mereka yang membenci Islam kuat dananya, lengkap peralatannya, gencar propagandanya, dan boleh jadi lebih banyak secara kuantitas ketimbang umat Islam.
Tentang kemenangan hakiki, yang menang bukan mereka yang banyak secara kuantitas, tapi yang menang adalah mereka yang solid walau sedikit, yang cerdas, dan efektif, semuanya terkait kualitas, bukan kuantitas. Kita tidak membutuhkan banyak orang kaya, tapi kita membutuhkan beberapa orang kaya yang berpengaruh dan berkualitas sehingga kekayaannya bermanfaat untuk umat (syukur-syukur kalau banyak), kita juga tidak butuh memasang iklan banyak-banyak, tapi istimrar (terus menerus), berkesinambungan, efektif dan dapat diprediksi berpengaruh besar, kita juga tidak butuh banyak kader yang bergelar doktor, yang kita butuhkan lebih banyak adalah orang-orang berkualitas doktor (syukur-syukur berkualitas dan bertitel doktor).
Jumlah kader dakwah hari ini sangat banyak, tapi ini tidak lantas menjadi pertanda kemenangan, namun pertanda akan adanya semacam ujian dari Allah swt sebagaimana umat-umat terdahulu telah diuji.
“Maka ketika Talut membawa bala tentaranya, dia berkata ‘Allah akan menguji kamu dengan sebuah sungai, maka barang siapa meminum (airnya), dia bukanlah pengikutku, dan barang siapa tidak meminumnya maka dia adalah pengikutku, kecuali menciduk seciduk dengan tangan’. Tetapi mereka meminumnya kecuali sebagian kecil dari mereka. Ketika dia (Talut) dan orang-orang beriman yang bersamanya menyebrangi sungai itu, mereka (orang-orang yang minum) berkara ‘Kami tidak kuat lagi pada hari ini untuk melawan Jalut dan bala tentaranya’. Berkatalah orang-orang yang yakin bahwa mereka akan menemui Allah ‘Berapa banyak kelompok kecil akan mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah. Dan (pertolongan) Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Baqarah: 249)
Mundurnya kader dari medan dakwah disebabkan oleh dua hal:
1. Persiapan mental dan ruhiyyah kader itu sendiri.
2. Propaganda mereka yang benci dengan dakwah ini.
Kita telah sepakat untuk tidak melewatkan setiap ayat quran kecuali dengan tadabbur maknanya, dan tadabbur berbeda dengan tafsir, tadabbur lebih kepada mengambil pelajaran dari setiap ayat yang kita baca, kemudian dikaitkan dengan kondisi kita atau kondisi sekeliling kita, tentunya setelah tahu makna ayat secara umum dan arti katanya satu-persatu, plus asbab nuzul dan tafsiran ayat tersebut.
Pertama, persiapan mental kader itu sendiri. Dalam ayat di atas terlihat jelas bahwa ujian yang dihadapi oleh tentara Talut teramat enteng, namun walaupun begitu entengnya ujian tersebut, banyak Tentara Talut yang tidak lulus ujian. Saat hendak menghadapi Jalut (musuh), nyali mereka mendadak menjadi ciut, bagaimana tidak? Hal yang enteng (minum air) sekalipun tidak sanggup mereka taklukan, maka apatah lagi hal yang besar (perang). Adapun mereka yang beriman, tetap pada pendirian, karena mereka mampu bersabar.
Sabar, adalah mental (baca: akhlak) yang harus dipupuk dan terus-menerus disiram agar tumbuh dan semakin menghunjam akarnya di jiwa. Sabar di jalan dakwah berarti sanggup menahan diri untuk tidak tergesa-gesa memutuskan, dan sanggup bertahan ditengah kemalangan. Tidak sedikit kader yang mundur lantaran hal sepele, kenapa saya katakan sepele? Karena solusinya hanya cukup dengan tabayyun/tatsabbut dan husnudzhan. Citra dakwah akhir-akhir ini banyak dijelekkan rupanya, baik dengan menjelekan citra pimpinan-pimpinannya, maupun menghasut orang untuk meragukan manhajnya.
Padahal, jika saja tabayyun dan husnudzhan dikedepankan, insya Allah akan lain ceritanya.
Inilah yang saya maksud dengan persiapan mental. Untuk memupuknya, kedekatan kepada Allah perlu dijaga, salat subuh di masjid bagaimana? Ini perlu ditanyakan kepada diri pribadi. Dzikir-dzikirnya? Simple sebenarnya, hanya saja butuh sedikit pengorbanan.
Kedua, propaganda mereka yang benci dengan dakwah ini. Sesungguhnya hal ini bukan hal baru, tapi hal lama dengan terus menerus pembaharuan casing dan model. Ibnu Abbas berkata tentang sebab turunnya ayat 174 surat Al-Baqarah: “Ayat ini ditujukan kepada para pembesar Yahudi dan ulama-ulama mereka, dulu mereka istimewa, dan pernah berharap agar nabi yang akan datang kemudian adalah dari golongan mereka. Maka ketika Muhammad saw diutus yang jelas-jelas bukan dari golongan mereka, mereka pun takut kehilangan kedudukan dan kenyamanan hidupnya, karena itu dengan sengaja mereka merubah sifat Nabi Muhammad (yang termaktub dalam kitab mereka), kemudian berkata: ‘Inilah sifat nabi yang akan keluar pada akhir zaman, sama sekali tidak menyerupai nabi ini (Muhammad)’. Maka kemudian Allah menurunkan ayat ini.
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, salah satu agenda mereka yang benci kepada Islam adalah menghasut umat islam untuk meragukan kebenaran Islam, lebih jauh lagi mereka juga menghasut para kader dakwah jamaah tertentu untuk meninggalkan jamaah tersebut, dan menjadi muslim yang netral, tidak berapiliasi kemanapun, berdakwah sendiri, dan menjadi lone ranger. Jadilah orang islam berdakwah sendiri-sendiri, disaat yang sama mereka yang benci terhadap islam berhimpun dan bersatu padu, siapa yang menang? Yang bersatu padu atau yang tercerai berai? Jawab!!!
Saya tidak akan membahas pentingnya berjamaah atau amal jamai’ disini, karena tentang hal itu bisa didapati di mana-mana. Saya hanya ingin mengatakan bahwa seharunsya isu-isu miring itu tidak lantas ditelan bulat-bulat, tapi dicerna dulu, sebagaimana makanan yang dikunyah sebelum ditelan dirasakan, enak atau enggak? Dicari siapa yang mengambil untung jika isu tersebut menyebar? Adakah kemaslahatan untuk dakwah jika isu itu menyebar? Begitu seharusnya.
Salah satu hal diatas mengimbasi hal yang lain , maksudnya, kader yang minim persiapannya, akan mudah termakan isu-isu atau propaganda yang nihil kebenarannya. Wallahu’alam.
Cairo, 27 Januari 2012
Sandy Legia