Komunikasi Politik Erdogan

A.      Karir Politik Erdogan
Recep Tayyip Erdogan lahir di Rize, sebuah kota kecil di pantai Laut Hitam Turki pada tanggal 26 Februari 1954. Presiden Erdogan merupakan anak dari seorang penjaga pantai Angkatan Laut di Turki. Saat berusia 13 tahun, Erdogan dan keluarganya pindah ke Istanbul demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Setelah pindah ke ibukota Turki (Istanbul), Erdogan masuk ke sebuah sekolah Islam di Turki, Sekolah Imam Hatip. Usai Lulus dari sekolah Islam Turki, Presiden Erdogan melanjutkan studinya ke jenjang lebih tinggi di Istanbul Marmara University dengan mengambil jurusan kuliah tentang manajemen bisnis.
Karir politiknya dimulai pada Tahun 1976, saat itu ia menjadi ketua Beyoglu, sayap kepemudaan MSP (Milli Selâmet Partisi) atau Partai Penyelamat Nasional pimpinan Erbakan, salah seorang guru politik paling berpengaruh bagi Erdogan yang sudah ia kenal semenjak menjadi mahasiswa di Universitas Marmara Istanbul. Pada tahun 1980 setelah peristiwa kudeta militer, pemerintah berkuasa saat itu memberangus partai pimpinan Erbakan tersebut (MSP), dan melarang ia berpolitik, namun kemudian Erbakan kembali muncul dalam kancah perpolitikan Turki tahun 1987 setelah referendum mencabut larangan berpolitik bagi partai sayap kanan. Erbakan kemudian mendirikan Partai Refah (Partai Kesejahteraan).
Pada tahun 1985 Erdogan menjadi ketua Partai Kesejahteraan di Provinsi Istanbul dan memenangi pemilihan walikota Istanbul. Pada 1991, lewat Partai Kesejahteraan Erdogan terpilih sebagai anggota parlemen dari Provinsi Istanbul, namun dia dilarang menduduki kursinya sebagai wakil rakyat, diduga karena afiliasi politiknya yang berhaluan kanan.
Dalam pemilu lokal berikutnya, pada 27 Maret 1994, Erdogan menjadi walikota Istanbul. Sebagai walikota, Erdogan menjadi terkenal lantaran ia tampil sebagai administrator yang efektif dan populis dengan membangun prasarana, jalur transportasi dan memperindah kota itu. Dari sinilah ia menjelma menjadi politikus Turki paling populer. Pada masa pemerintahannya tersebut Erdogan berhasil membenahi masalah mendasar yang dihadapi warga Istanbul.
Prestasi menonjolnya yang sulit dilupakan warga adalah keberhasilannya dalam mengakomodasi pasokan air bersih untuk penduduk kota itu, penertiban bangunan, mengurangi kadar polusi dengan melakukan aksi penanaman ribuan pohon di jalan-jalan kota, memerangi praktik prostitusi liar dengan memberikan pekerjaan lebih terhormat kepada wanita muda, dan melarang menyuguhkan minuman keras di tempat yang berada di bawah kontrol Walikota Istanbul.
Erdogan juga berhasil menguragi korupsi dan mengembalikan sebagian besar utang pemerintah Istanbul sebesar dua miliar dolar AS dan berhasil menarik investasi empat miliar dolar. Sayangnya pada tahun 1998 Mahkamah Konstitusi Turki memutuskan Partai Kesejahteraan dinyatakan tak sesuai dengan konstitusi karena mengancam sekularime.
Berdasar keputusan mahkamah konstitusi itu partai tersebut diberangus dan Erdogan menjelma dari politisi menjadi aktivis unjuk rasa menentang keputusan pemerintah itu. Dalam aksi unjuk rasanya Erdogan dituding memicu kekerasan serta menyuarakan kebencian rasial atau agama, karena membacakan puisi Ziya Gokalp seorang aktivis pan-Turkisme awal abad ke-20. Dalam puisi yang ia bacakan, disebutkan di dalamnya bahwa masjid adalah barak, kubah adalah helm tempur, menara masjid adalah bayonet dan iman adalah tentaranya.
Akibat puisi yang ia bacakan, Pengadilan menjatuhkan hukuman penjara 10 bulan, tetapi Erdogan hanya menjalani selama empat bulan mulai Maret hingga Juli 1999. Selain itu Erdogan juga dilarang berpolitik dan ikut pemilihan anggota parlemen.
Setelah keluar dari penjara, pada 14 Agustus 2001, Presiden Erdogan mendirikan Partai Keadilan dan Pembangunan (Partai AKP atau Adalet ve Kalkinma Partisi). Tak disangka, Partai AKP menjadi gerakan politik terbesar yang didukung publik di Turki kala itu. Pada pemilihan umum tahun 2002, Partai AKP memenangkan dua pertiga kursi di parlemen (34,1%), membentuk pemerintahan partai tunggal setelah 11 tahun.
Kemenangan Erdogan kemungkinan besar berhubungan dengan kondisi perkonomian Turki yang morat-marit saat itu sebagai warisan dari kudeta 1997 terhadap Erbakan. Pasca kudeta tersebut, pemerintahan Turki melemah yang pada  akhirnya membuat para investor enggan berinvestasi di Turki.
            Krisis ini memuncak pada Februari 2001 ketika bursa saham Turki hancur, suku bunga mencapai 3.000 persen dan nilai tukar lira Turki terhadap dolar jatuh amat drastis. Saat itu satu dolar AS setara dengan 1,5 juta lira Turki. Alhasil dalam delapan bulan pertama 2001, sebanyak 14.875 lapangan pekerjaan hilang dan bank sentral Turki kehilangan 5 miliar dolar AS karena banyaknya warga Turki yang menukarkan uangnya dengan dolar AS.
Itulah kondisi ekonomi yang diwarisi Erdogan saat menduduki jabatan perdana menteri pada 2002. Sama seperti saat menjadi wali kota Istanbul, Erdogan melakukan hal terpenting terlebih dahulu yaitu memperbaiki perekonomian Turki. Dan Erdogan terbukti sukses memperbaiki ekonomi Turki. Saat pertama kali menjadi perdana menteri, Erdogan mewarisi utang ke IMF sebesar 23,5 miliar dolar AS dan pada 2012, utang tersebut tersisa 900 juta dolar AS. Demikian juga dengan cadangan devisa Turki. Pada 2002, bank sentral Turki hanya memiliki cadangan devisa sebesar 26,5 miliar dolar AS. Jumlah itu meningkat hingga 92,2 miliar AS pada 2011.
Semua prestasi yang Erdogan lakukan ditambah kepiawaiannya dalam berpidato dan strategi-strategi kampanyenya yang menarik pada tahun 2003 Erdogan berhasil menjadi PM Turki hingga tahun 2013.
Pada 10 Agustus 2014, Turki menggelar pemilihan presiden secara langsung untuk pertama kalinya setelah 91 tahun – yang selama dipilih oleh parlemen. Erdogan maju dan akhirnya terpilih menjadi presiden Turki. Dan pada 28 Agustus, Erdogan resmi dilantik menjadi Presiden Turki ke-12. Erdogan pun kemudian memperbesar wewenang presiden yang selama ini hanya sebatas peran seremonial. Selama masa kepemimpinannya, pemerintahan Turki sedikit demi sedikit mencabut berbagai larangan yang diberlakukan pemerintah Turki yang sekular. Pada 2013, Erdogan mencabut larangan mengenakan jilbab di ruang publik dan institusi pemerintahan, kecuali di institusi hukum, militer dan kepolisian.

B.       Bentuk Komunikasi Politik Erdogan
Dari perjalanan karir politik Erdogan di atas setidaknya dapat diambil beberapa bentuk komunikasi politik yang menjadi faktor kesuksesan Erdogan dalam membawa Turki ke arah masa depan yang lebih baik, diantaranya, pertama, Erdogan mampu meningkatkan perekonomian Turki. Sebelum Erdogan berkuasa, Turki menghadapi krisis ekonomi pada 2001. Ketika mulai berkuasa, Erdogan segera memberlakukan reformasi ekonomi dengan kebijakan-kebijakannya yang lebih pro terhadap pasar. Para investor kembali menanam modal di Turki yang kemudian membuka lapangan kerja dan meningkatkan pembangunan infrastruktur di hampir semua wilayah. Hasilnya, Turki saat ini telah menjadi salah satu negara dengan perekonomian terbesar di dunia.
Salah satu kebijakan politisnya terkait perekonomian adalah apa yang ia lakukan pasca peristiwa Arab Spring. Erdogan mengeluarkan kebijakan Arab Spring Tour, yaitu sebuah safari politik ke negara-negara konflik karena revolusi, seperti Suriah, Libiya dan Tunisia. Hal ini diwujudkan dengan pemberian bantuan oleh sekitar 259 pengusaha Turki sebesar $853 juta dalam bentuk kontrak baru. Erdogan juga membuka komplek industri sebesar $10 juta yang akan mempekerjakan 200 orang.
Kedua, karakternya yang sederhana dan religius. Saat menjabat sebagai walikota Istanbul, Erdogan berhasil memerlihatkan sosoknya kepada warga sebagai sosok penolong bagi kaum miskin papa yang membutuhkan. Ia juga menunjukkan dirinya sebagai orang yang taat beragama dan menjalankan salat tepat pada waktunya. Dalam pidato dan ceramahnya, ia selalu menyertakan dalil dari Alquran dan hadits. Erdogan juga masih tetap tinggal di rumahnya yang sederhana di Qasim Basya. Ia menolak pindah ke tempat lain yang layak bagi seorang Wali Kota di Istanbul. Salah satu kebiasaan Erdogan sejak menjadi Wali Kota Istanbul hingga menjadi Perdana Menteri pada Mei 2003 adalah menjaga untuk selalu berbuka puasa selama bulan Ramadhan bersama keluarga fakir miskin dengan ditemani istri tercintanya, Emine. Dia juga berbagi makanan bersama orang miskin dan terlihat akrab dengan mereka.
Ketiga, Erdogan mampu memainkan banyak peran dan menempatkan diri. Banyak orang yang menilainya sebagai sosok religius karena Erdogan sering menampilkan simbol-simbol agama, pada saat yang sama Erdogan mampu meyakinkan kaum sekuleris bahwa dirinya bukan ancaman bagi mereka. Perlu diketahui bahwa inilah yang ditakutkan oleh orang-orang sekuler, bahwa Erdogan diyakini banyak kalangan, terutama militer, berusaha menghilangkan budaya sekuler Turki yang sudah dianut selama ini. Ini pula yang diduga sebagai motif yang melatar belakangi terjadinya kudeta militer terhadap Erdogan beberapa bulan lalu.[1]
Tidak seperti Erbakan, guru politik Erdogan yang terlalu menampilkan keislaman, atau seperti Mursi yang belum lama naik sudah tergesa-gesa menyingkirkan orang-orang Husni Mubarak dan memulai wacana pembuatan undang-undang syariah, Erdogan lebih piawai dalam menampilkan dirinya sebagai muslim taat secara bertahap, agar bisa diterima semua kalangan.
Saat berkunjung ke ibu kota Kroasia Zagreb beberapa waktu lalu, dalam jumpa persnya disana, ketika ditanya wartawan tentang konstitusi baru, ia menjawab bahwa negaranya akan menekankan islam karena 99% rakyat Turki beragama islam, namun walaupun demikian hak-hak dan kebebasan semua agama dilindungi.
Jika saya sebagai muslim bisa hidup seperti yang saya inginkan maka seorang kristen dapat melakukannya juga. Hal yang sama berlaku untuk orang-orang yahudi, dan juga untuk atheis” Kata Erdogan sebagaimana yang dilansir Daily Sabah.[2]
Pernyataan tersebut disampaikan Erdogan menyusul perdebatan di dalam parlemen Turki, di mana ketua parlemen, İsmail Kahraman mengusulkan agar konstitusi baru Turki harus dibuat dengan tidak berdasarkan referensi sekularisme.
Erdogan juga menyampaikan bahwa peredebatan masalah konstitusi negara, sekularisme atau yang lainnya hanya akan mengganggu agenda negara. Hal terpenting menurutnya untuk memastikan negara memiliki konstitusi sipil.
Sebagian orang salah memahami pernyataan Erdogan ini bahwa ia tidak minat dengan negara islam, namun sebetulnya tidak demikian. Barangkali Erdogan paham benar bahwa penyematan kata islam untuk negara adalah sesuatu yang keliru. Memang tidak ada istilah negara islam, sama halnya tidak ada istilah negara budha, kristen, hindu atau yang lainnya. Negara adalah negara, yang ada adalah konsep negara madani, seperti yang terjadi pada zaman Nabi, sebuah konsep ideal ketika seluruh masyarakat paham betul akan hak dan kewajiban masing-masing, artinya jika ia muslimah tentu akan berhijab, tentu akan salat dan seterusnya.
Oleh karena itu, Erdogan sebagai pemerintah yang merepresentasikan negara tidak mewajibkan hijab, karena memang wilayah pemerintah tidak sampai masuk pada tataran pemaksaan, inilah barangkali yang dikhawatirkan militer Turki bahwa jika Erdogan memimpin, semua wajib berhijab, konstitusi dirubah, dan seterusnya (dipaksa). Tugas pemerintah, kalau pun ingin agar para wanita muslimah berhijab, yang dilakukan hanya sebatas melakukan penyuluhan, atau penyadaran, bukan pemaksaan. Itu konsep umum dalam dakwah yang juga berlaku bagi pemerintah, karena semua muslim adalah dai, dengan kata lain, semua muslim hanya diwajibkan berdakwah (menyeru), bukan memaksa. Inilah alasan kenapa dalam perundangan islam ada yang dinamakan jizyah (upeti), sebagai alternatif ketika kaum minoritas non muslim tidak ingin masuk islam. Tentu jika prinsip islam adalah pemaksaan, ia pasti melegalkan pemaksaan atau pembantaian terhadap kaum minoritas seperti yang terjadi dalam sejarah perang salib atau seperti yang terjadi dengan pemerintahan Myanmar, dan itu tidak pernah terjadi dalam sejarah penaklukan islam terhadap negara-negara berpenduduk non muslim.
Sebagian juga memahami bahwa pernyataan Erdogan mengisyaratkan bahwa sekularisme adalah konsep terbaik, namun kenyataannya lagi-lagi tidak demikian. Erdogan hanya berusaha meluruskan arti dari sekularisme yang selama ini salah dipahami dan salah dipraktekan. Sekularisme selama ini identik dengan anti agama, sehingga simbol-simbol agama seperti hijab diberangus. Padahal, sekularisme, sesuai definisinya hanya menyekat, membatasi dan membagi mana wilayah agama, dan mana wilayah pemerintahan, bukan melarang atau membenci pada agama-agama tertentu dan simbol-simbolnya, apalagi memberangusnya. Maksudnya, masih ada sisi positif dari sekuarisme yang bisa diambil faedah dan manfaatnya.
Jika Erdogan meyakini bahwa sekularisme adalah yang terbaik, tentu pada Pada 2013, Erdogan tidak akan mencabut larangan mengenakan jilbab di ruang publik dan institusi pemerintahan. Erdogan sepertinya lebih berorientasi pada esensi, oleh karena itu ia tidak memermasalahkan demokrasi, atau sekularisme. Jika diumpamakan, Erdogan adalah satu dari tiga tipe manusia dalam menghadapi arus, yang pertama tipe orang yang melawan arus, yang kedua, tipe orang yang terbawa arus, yang ketiga, tipe orang yang memanfaatkan arus dan mengarahkannya agar produktif.
Keempat, prestasi Erdogan. Bahasa agama menyebutkan bahwa Lisanul hâl afshah min lisanil maqâl, artinya bahwa bahasa non verbal itu lebih mengena atau dapat dipercaya ketimbang bahasa verbal. Bukan sekedar pencitraan atau obral janji, Erdogan pada karir pertamanya sebagai walikota Istanbul telah membuktikan dengan berbagai prestasinya. Ia mengeluarkan Istanbul dari hutang milyaran dolar menjadi keuntungan dan investasi 12 milyar dan pertumbuhan tujuh persen. Erdogan juga sukses mengentaskan kemiskinan, meresmikan situs untuk melayani masyarakat untuk pertama kalinya, memperlihatkan taman-taman umum, melestarikan lingkungan kota di kota yang ditinggali kurang lebih seperlima penduduk Turki.
Prestasi ini lebih rakyat pahami ketimbang sekedar ucapan. Jadi sangat wajar jika banyak rakyat Turki yang menyanjungnya. Hal ini tentu berbeda dengan klaim kesuksesan Jokowi, yang nyatanya adalah serangkaian pencitraan media terhadap beberapa aksi blusukannya. Blusukan yang dilakukan Erdogan, melahirkan solusi dan prestasi.

Dari berbagai sumber



[1]http://internasional.kompas.com/read/2016/07/16/14141581/pengawal.sekularisme.erdogan.dan.kudeta diakses 10 Desember 2016.
[2] https://m.tempo.co/read/news/2016/04/30/115767273/presiden-erdogan-tolak-turki-menjadi-negara-islam diakses 10 Desember 2016.

Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment