Apakah Allah Menciptakan Kita Main-main?
Ada pertanyaan dari seorang atheis kenapa Allah menjadikan manusia seperti mainan-Nya, menciptakannya, memberinya musuh seperti mengadu domba mereka, menciptakan yang kafir dan beriman, kemudian menghukum manusia kafir di neraka. Seakan-akan kita manusia diciptakan hanya untuk kesenangan-Nya?
Jawaban:
Untuk menjawab hal ini manusia dapat diumpamakan dengan seorang pelajar dan sekolah tempat belajar beserta sistem dan aturan-aturan sekolah yang mengikatnya. Seorang pelajar, tentu selama di sekolah harus belajar, selain itu ia pun akan diuji dengan ulangan atau ujian-ujian yang lain, disamping hal tersebut, ada hal-hal yang sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan sekolah, namun kadang terjadi, seperti persahabatan dan permusuhan, kenakalan, kecurangan saat ujian dan seterusnya.
Atas dasar hal di atas, anehkah jika kemudian seseorang bertanya "Kenapa sekolah berlaku seenaknya, memberi ujian pada siswa, membebankan pelajaran yang seabreg pada siswa, lebih jauh lagi menciptakan permusuhan antar siswa, menumbuhkan bibit-bibit kenakalan dan seterusnya?"
Jawabannya "TIDAK ANEH" jika ternyata si penanya tidak tahu apa itu SEKOLAH, seperti apa dan bagaimana aturan yang berlaku di dalamnya. Terlebih lagi jika penanya menganggap bahwa aturan sekolah dan apa yang terjadi di sekolah merupakan bentuk-bentuk kesemenaan sekolah bersangkutan.
Sama halnya dengan orang yang bertanya tentang ALLAH, kenapa DIA menjadikan manusia seperti mainan-Nya yang bisa diperlakukan seenak-Nya, kenapa Allah menciptakan permusuhan, menghukum manusia dengan neraka dst. Ada kemungkinan pertanyaan ini muncul karena anggapan bahwa apa yang Allah bebankan kepada manusia, dan apa yang terjadi pada manusia, permusuhan, peperangan, ada yang kafir, ada yang beriman, adalah bentuk-bentuk KESEMENAAN ALLAH terhadap ciptaanNya.
Jadi langkah pertama agar tidak dibingungkan dengan pertanyaan semacam ini adalah, sebaiknya penanya kembali mengkaji atau mencari tahu tentang hakekat "KEHIDUPAN DUNIA", sebagaimana ia pasti dengan mudah tahu apa itu hakekat "SEKOLAH".
Sama halnya dengan sekolah, dunia diperuntukan untuk ujian, dan sama seperti sekolah, dunia pun punya aturan, pun sama dengan sekolah, fenomena-fenomena lain terkadang terjadi. Di dunia ada fenomena permusuhan, fenomena kekafiran, penyimpangan, kesesatan dan seterusnya. Allah tidak menciptakan kekafiran, karena semua manusia lahir tanpa atribut kafir, bahkan dalam islam ditegaskan bahwa semuanya lahir dalam keadaan fitrah (siap menerima kebenaran, kebaikan dan islam).
Singkatnya kehidupan dunia ini diciptakan Allah sebagai tempat ujian bagi manusia, yang punya aturan dan sistemnya sendiri. Allah berfirman:
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun," (QS. Al-Mulk: 2)
Pada perjalanannya, manusia yang tidak ikut aturan Allah, yang menyimpang dari jalan-Nya, dan yang mengikuti apa kata setan, merekalah yang menciptakan permusuhan, merekalah yang menyemai bibit-bibit kejahatan. Artinya kekafiran tidak diciptakan sejak pertama manusia diciptakan atau dilahirkan, tapi terjadi selama manusia menjalankan proses kehidupannya di dunia.
Sama halnya seperti tujuan dari sekolah, siswa tidak dimaksudkan untuk tidak lulus ujian, atau agar menjadi pelajar yang gagal, tapi dalam proses pembelajaran, tidak semua ikut aturan, tidak semuanya sungguh-sungguh dalam belajar, alih-alih belajar, malah main-main, malah tawuran dst., dan semua ini diketahui oleh sekolah, oleh kepala sekolah; mereka sudah dapat memprediksi pasti akan ada yang gagal, pasti akan ada yang tidak lulus dan seterusnya. Apalagi dengan Allah, sejak pertama kali Allah menciptakan manusia, Dia sudah tahu mana ciptaan-ciptaan-Nya yang akan beruntung dan mana ciptaan-ciptaan-Nya yang akan merugi, mana ciptaan-Nya yang akan masuk surga, dan mana ciptaan-ciptaan-Nya yang akan masuk neraka, mana ciptaan-Nya yang kemudian menjadi beriman dan mana kemudian ciptaan-Nya yang menjadi kafir, semua tidak luput dari pengetahuann-Nya.
Jadi kalau hanya karena adanya permusuhan antar manusia, adanya yang beriman dan kafir, adanya yang masuk surga dan neraka, Allah dinilai memerlakukan manusia layaknya mainan, lantas seperti apa seharusnya kondisi manusia ketika Allah sungguh-sungguh menciptakannya, bukan sebagai permainan?
Kalau hanya karena adanya aturan sekolah yang mengikat, aturan kedisiplinan, adanya piket harian, atau adanya fenomena siswa yang gagal ujian dan permusuhan antar siswa, sekolah bersangkutan dinilai semena-mena terhadap siswa dan dinyatakan tidak sungguh-sungguh mendidik siswanya, lantas seperti apa seharusnya kondisi ketika sekolah dianggap serius mendidik siswa-siswanya?
Justeru dengan adanya aturan, adanya petunjuk kehidupan, pahala, dosa, surga dan neraka, menunjukan bahwa Allah serius menciptakan manusia. Allah berfirman:
"Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?" (QS. Al-Muminun: 115)
Sekarang bayangkan jika sebuah sekolah tanpa aturan, siswa bebas untuk belajar atau tidak, tak ada hukuman, tak ada reward (penghargaan/pahala). Apa seperti ini sekolah yang serius mendidik para pelajarnya? Jangan lupa juga bayangkan jika kehidupan dunia ini penuh kebebasan, tak ada pahala, tak ada dosa, tak ada aturan yang mengikat, tak ada godaan dan seterusnya. Apa seperti ini barulah Allah dinilai menciptakan manusia secara sungguh-sungguh?
Pada akhirnya hal ini mengantarkan kita pada kenyataan lain bahwa Pencipta dunia ini; Allah, memang tidak menciptakannya seideal surga, itupun kalau yang bertanya percaya surga dan percaya akherat. Memang sudah sejak semula, dunia ini disetting sebagai tempat yang punya banyak kelemahan jika dibandingkan dengan tempat tinggal nenek moyang manusia (Adam), itupun jika penanya percaya kisah Adam. Allah berfirman:
"Maka Kami berkata: "Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi isterimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang, dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya." (QS. Taahaa: 17-19)
Kesimpulannya Allah tidak menciptakan manusia main-main. Kalau Dia main-main, tentu tidak perlu ada pertanggung jawaban. Allah berfirman:
"Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?" (QS. Al-Qiyama 37)
------
Semua pertanyaan membingungkan yang dikarang para atheis dasarnya adalah kira-kira, padahal hidup tidak boleh pakai kira-kira, mengira kalau alam semesta tercipta dengan sendirinya tanpa pencipta misalkan. Tentang hal ini Allah berfirman:
"Aku tidak menghadirkan mereka (orang-orang yang sesat, setan dan iblis) untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri; dan tidaklah Aku mengambil orang-orang yang menyesatkan itu sebagai penolong." (QS. Al-Kahf: 51)
Darimana keyakinan kalau alam semesta ini terjadi tanpa pencipta selain mengira-ngira?
Nasehat untuk Muslim:
Bukan seperti mereka cara seorang muslim berfikir, jauhi mengira-ngira sebisa mungkin. Karena mengira-ngira hanya akan membuat sesuatu semakin keruh. Seperti seseorang yang masuk kolam untuk mengambil ikan, ia tidak tau dimana letak ikan-ikannya, yang dilakukan hanya mengobok-obok kolam, mengira-ngira keberadaan ikan, tentu kolam semakin keruh dan ikan semakin tak terlihat.
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya." (QS. Al-Isra: 36)
Seorang muslim berpijak pada ilmu, dan yakin kalau tujuan utama dari ilmu adalah untuk mengenal tuhannya. Artinya, sesorang tidak dikatakan berilmu ketika tidak mengenal Tuhannya. Inilah yang dikabarkan Al-Quran:
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang berilmu." (QS. Faathir: 28)
Tentu, para atheis tidak terima jika dikatakan bukan orang yang berilmu, mereka juga tidak akan terima jika kira-kiranya mereka tidak dapat dipertanggung jawabkan, mungkin mereka juga akan mengatakan bahwa ilmu yang sebenarnya adalah apa yang bisa dibuktikan, sedangkan keberadaan tuhan tidak bisa dibuktikan. Dunia bisa dibuktikan, berwujud, terlihat, sedangkan akherat tidak. Jadi dunia, dan benda-benda materil lainnya, itulah ilmu yang sesungguhnya. Menurut mereka, selain dari pada itu bukan ilmu, melainkan dongeng-dongeng seperti cerita Harry Potter.
Apa yang Al-Quran katakan tentang sikap mereka di atas? simaklah baik-baik:
"Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman pada kehidupan akhirat, mereka benar-benar menamakan malaikat itu dengan nama perempuan (sama sok tahunya dengan para atheis). Dan mereka tidak mempunyai pengetahuan apapun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan (kira-kira), padahal sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berfaedah terhadap kebenaran (tidak mengantar pada kebenaran). Maka tinggalkanlah (Hai Muhammad) orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan (orang yang) tidak ingin (sesuatu) kecuali kehidupan dunia (saja). Itulah puncak ilmu pengetahuan mereka. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang paling mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia pulalah yang paling mengetahui siapa yang mendapat petunjuk." (QS. An-Najm: 27-30)
Kalau pun mereka mengklaim dirinya sebagai orang-orang berilmu, ya sampai situlah kadar ilmu pengetahuan mereka; tidak ada tuhan, alam semesta terjadi dengan sendirinya tanpa pencipta, akherat tidak ada, dan segudang penemuan "Ilmiah" lainnya. Sungguh, betapa ilmiahnya pernyataan-pernyataan mereka, sama ilmiahnya dengan kisah kodok berubah menjadi pangeran tampan. Semoga Allah melindungi kita semua dari ilmiahnya versi mereka. Amin.
Jawaban:
Untuk menjawab hal ini manusia dapat diumpamakan dengan seorang pelajar dan sekolah tempat belajar beserta sistem dan aturan-aturan sekolah yang mengikatnya. Seorang pelajar, tentu selama di sekolah harus belajar, selain itu ia pun akan diuji dengan ulangan atau ujian-ujian yang lain, disamping hal tersebut, ada hal-hal yang sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan sekolah, namun kadang terjadi, seperti persahabatan dan permusuhan, kenakalan, kecurangan saat ujian dan seterusnya.
Atas dasar hal di atas, anehkah jika kemudian seseorang bertanya "Kenapa sekolah berlaku seenaknya, memberi ujian pada siswa, membebankan pelajaran yang seabreg pada siswa, lebih jauh lagi menciptakan permusuhan antar siswa, menumbuhkan bibit-bibit kenakalan dan seterusnya?"
Jawabannya "TIDAK ANEH" jika ternyata si penanya tidak tahu apa itu SEKOLAH, seperti apa dan bagaimana aturan yang berlaku di dalamnya. Terlebih lagi jika penanya menganggap bahwa aturan sekolah dan apa yang terjadi di sekolah merupakan bentuk-bentuk kesemenaan sekolah bersangkutan.
Sama halnya dengan orang yang bertanya tentang ALLAH, kenapa DIA menjadikan manusia seperti mainan-Nya yang bisa diperlakukan seenak-Nya, kenapa Allah menciptakan permusuhan, menghukum manusia dengan neraka dst. Ada kemungkinan pertanyaan ini muncul karena anggapan bahwa apa yang Allah bebankan kepada manusia, dan apa yang terjadi pada manusia, permusuhan, peperangan, ada yang kafir, ada yang beriman, adalah bentuk-bentuk KESEMENAAN ALLAH terhadap ciptaanNya.
Jadi langkah pertama agar tidak dibingungkan dengan pertanyaan semacam ini adalah, sebaiknya penanya kembali mengkaji atau mencari tahu tentang hakekat "KEHIDUPAN DUNIA", sebagaimana ia pasti dengan mudah tahu apa itu hakekat "SEKOLAH".
Sama halnya dengan sekolah, dunia diperuntukan untuk ujian, dan sama seperti sekolah, dunia pun punya aturan, pun sama dengan sekolah, fenomena-fenomena lain terkadang terjadi. Di dunia ada fenomena permusuhan, fenomena kekafiran, penyimpangan, kesesatan dan seterusnya. Allah tidak menciptakan kekafiran, karena semua manusia lahir tanpa atribut kafir, bahkan dalam islam ditegaskan bahwa semuanya lahir dalam keadaan fitrah (siap menerima kebenaran, kebaikan dan islam).
Singkatnya kehidupan dunia ini diciptakan Allah sebagai tempat ujian bagi manusia, yang punya aturan dan sistemnya sendiri. Allah berfirman:
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun," (QS. Al-Mulk: 2)
Pada perjalanannya, manusia yang tidak ikut aturan Allah, yang menyimpang dari jalan-Nya, dan yang mengikuti apa kata setan, merekalah yang menciptakan permusuhan, merekalah yang menyemai bibit-bibit kejahatan. Artinya kekafiran tidak diciptakan sejak pertama manusia diciptakan atau dilahirkan, tapi terjadi selama manusia menjalankan proses kehidupannya di dunia.
Sama halnya seperti tujuan dari sekolah, siswa tidak dimaksudkan untuk tidak lulus ujian, atau agar menjadi pelajar yang gagal, tapi dalam proses pembelajaran, tidak semua ikut aturan, tidak semuanya sungguh-sungguh dalam belajar, alih-alih belajar, malah main-main, malah tawuran dst., dan semua ini diketahui oleh sekolah, oleh kepala sekolah; mereka sudah dapat memprediksi pasti akan ada yang gagal, pasti akan ada yang tidak lulus dan seterusnya. Apalagi dengan Allah, sejak pertama kali Allah menciptakan manusia, Dia sudah tahu mana ciptaan-ciptaan-Nya yang akan beruntung dan mana ciptaan-ciptaan-Nya yang akan merugi, mana ciptaan-Nya yang akan masuk surga, dan mana ciptaan-ciptaan-Nya yang akan masuk neraka, mana ciptaan-Nya yang kemudian menjadi beriman dan mana kemudian ciptaan-Nya yang menjadi kafir, semua tidak luput dari pengetahuann-Nya.
Jadi kalau hanya karena adanya permusuhan antar manusia, adanya yang beriman dan kafir, adanya yang masuk surga dan neraka, Allah dinilai memerlakukan manusia layaknya mainan, lantas seperti apa seharusnya kondisi manusia ketika Allah sungguh-sungguh menciptakannya, bukan sebagai permainan?
Kalau hanya karena adanya aturan sekolah yang mengikat, aturan kedisiplinan, adanya piket harian, atau adanya fenomena siswa yang gagal ujian dan permusuhan antar siswa, sekolah bersangkutan dinilai semena-mena terhadap siswa dan dinyatakan tidak sungguh-sungguh mendidik siswanya, lantas seperti apa seharusnya kondisi ketika sekolah dianggap serius mendidik siswa-siswanya?
Justeru dengan adanya aturan, adanya petunjuk kehidupan, pahala, dosa, surga dan neraka, menunjukan bahwa Allah serius menciptakan manusia. Allah berfirman:
"Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?" (QS. Al-Muminun: 115)
Sekarang bayangkan jika sebuah sekolah tanpa aturan, siswa bebas untuk belajar atau tidak, tak ada hukuman, tak ada reward (penghargaan/pahala). Apa seperti ini sekolah yang serius mendidik para pelajarnya? Jangan lupa juga bayangkan jika kehidupan dunia ini penuh kebebasan, tak ada pahala, tak ada dosa, tak ada aturan yang mengikat, tak ada godaan dan seterusnya. Apa seperti ini barulah Allah dinilai menciptakan manusia secara sungguh-sungguh?
Pada akhirnya hal ini mengantarkan kita pada kenyataan lain bahwa Pencipta dunia ini; Allah, memang tidak menciptakannya seideal surga, itupun kalau yang bertanya percaya surga dan percaya akherat. Memang sudah sejak semula, dunia ini disetting sebagai tempat yang punya banyak kelemahan jika dibandingkan dengan tempat tinggal nenek moyang manusia (Adam), itupun jika penanya percaya kisah Adam. Allah berfirman:
"Maka Kami berkata: "Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi isterimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang, dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya." (QS. Taahaa: 17-19)
Kesimpulannya Allah tidak menciptakan manusia main-main. Kalau Dia main-main, tentu tidak perlu ada pertanggung jawaban. Allah berfirman:
"Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?" (QS. Al-Qiyama 37)
------
Semua pertanyaan membingungkan yang dikarang para atheis dasarnya adalah kira-kira, padahal hidup tidak boleh pakai kira-kira, mengira kalau alam semesta tercipta dengan sendirinya tanpa pencipta misalkan. Tentang hal ini Allah berfirman:
"Aku tidak menghadirkan mereka (orang-orang yang sesat, setan dan iblis) untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri; dan tidaklah Aku mengambil orang-orang yang menyesatkan itu sebagai penolong." (QS. Al-Kahf: 51)
Darimana keyakinan kalau alam semesta ini terjadi tanpa pencipta selain mengira-ngira?
Nasehat untuk Muslim:
Bukan seperti mereka cara seorang muslim berfikir, jauhi mengira-ngira sebisa mungkin. Karena mengira-ngira hanya akan membuat sesuatu semakin keruh. Seperti seseorang yang masuk kolam untuk mengambil ikan, ia tidak tau dimana letak ikan-ikannya, yang dilakukan hanya mengobok-obok kolam, mengira-ngira keberadaan ikan, tentu kolam semakin keruh dan ikan semakin tak terlihat.
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya." (QS. Al-Isra: 36)
Seorang muslim berpijak pada ilmu, dan yakin kalau tujuan utama dari ilmu adalah untuk mengenal tuhannya. Artinya, sesorang tidak dikatakan berilmu ketika tidak mengenal Tuhannya. Inilah yang dikabarkan Al-Quran:
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang berilmu." (QS. Faathir: 28)
Tentu, para atheis tidak terima jika dikatakan bukan orang yang berilmu, mereka juga tidak akan terima jika kira-kiranya mereka tidak dapat dipertanggung jawabkan, mungkin mereka juga akan mengatakan bahwa ilmu yang sebenarnya adalah apa yang bisa dibuktikan, sedangkan keberadaan tuhan tidak bisa dibuktikan. Dunia bisa dibuktikan, berwujud, terlihat, sedangkan akherat tidak. Jadi dunia, dan benda-benda materil lainnya, itulah ilmu yang sesungguhnya. Menurut mereka, selain dari pada itu bukan ilmu, melainkan dongeng-dongeng seperti cerita Harry Potter.
Apa yang Al-Quran katakan tentang sikap mereka di atas? simaklah baik-baik:
"Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman pada kehidupan akhirat, mereka benar-benar menamakan malaikat itu dengan nama perempuan (sama sok tahunya dengan para atheis). Dan mereka tidak mempunyai pengetahuan apapun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan (kira-kira), padahal sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berfaedah terhadap kebenaran (tidak mengantar pada kebenaran). Maka tinggalkanlah (Hai Muhammad) orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan (orang yang) tidak ingin (sesuatu) kecuali kehidupan dunia (saja). Itulah puncak ilmu pengetahuan mereka. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang paling mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia pulalah yang paling mengetahui siapa yang mendapat petunjuk." (QS. An-Najm: 27-30)
Kalau pun mereka mengklaim dirinya sebagai orang-orang berilmu, ya sampai situlah kadar ilmu pengetahuan mereka; tidak ada tuhan, alam semesta terjadi dengan sendirinya tanpa pencipta, akherat tidak ada, dan segudang penemuan "Ilmiah" lainnya. Sungguh, betapa ilmiahnya pernyataan-pernyataan mereka, sama ilmiahnya dengan kisah kodok berubah menjadi pangeran tampan. Semoga Allah melindungi kita semua dari ilmiahnya versi mereka. Amin.
Like..
ReplyDelete