UMAT TERBAIK (Nasehat untuk pengantin baru Akh Bisma dan Salma)

Nasehat untuk pengantin baru Akh Bisma dan Salma

Seringkali saya berfikir tentang bagaimana akhirnya nasib negeri ini. Seumpama bom waktu yang siap meledak kapan pun, barangkali itulah kata yang tepat untuk mewakilinya. Kita tidak tahu berapa lama lagi sampai terjadinya banyak kehancuran dimana-mana, huru-hara, dan peristiwa lain yang jiwa manusia ingin berpaling sejauh mungkin darinya. Semua alamat kemungkinan terjadinya hal-hal semacam ini hampir genap, mulai dari para pemimpin yang bodoh dan korup, sampai ke moral muda-mudi yang anjlok. Kita menyaksikan semuanya.

Kalau pun ada muda-mudi yang sukses dengan prestasi gemilangnya, kalau pun ada pejabat yang bersih dari korupsi dan banyak prestasinya, maka mereka tidak lebih dari sebuah emas diantara tonan rongsokan besi. Keberadaan mereka adalah senyum dan kegembiraan tersendiri, tapi kenyataan kalau mereka adalah pengecualian dari yang umum, juga adalah kesedihan tersendiri.

Saya sebagai seorang muslim, tentu akan melihat lebih dari sekedar prestasi, lebih dari sekedar kesuksesan materil seseorang. Seumpama mikroskop biasa dan mikroskop elektron, maka saya adalah yang kedua. Diantara para pejabat yang sukses, muda-mudi yang gilang gemilang prestasinya, pun tidak semua menjadi kebanggaan islam. Kalau hanya sekedar sukses memimpin, maka Firaun pun sukses, kalau hanya sekedar berprestasi, tidak sedikit kita catat dalam sejarah, muda-mudi yang sukses pada usia muda, dan pada saat yang sama, mereka juga punya andil dalam pertumpahan darah di alam semesta, mereka juga punya andil dalam merusak moral sebuah bangsa.

Kita tidak memiliki sebab-sebab yang cukup untuk menjadi negara yang sesukses Jepang, apalagi menjadi negara yang jauh lebih sukses dari jepang; negara yang pernah ada dan terjadi pada zaman Rasul, para sahabat dan masa kegemilangan islam. Tidak seperti jepang yang sukses materilnya, tapi gagal moral dan psikis masyarakatnya, negara yang pernah ada dalam sejarah islam, sukses luar dan dalamnya. Tidak tercatat dalam sejarah, bahwa masyarakat muslim saat itu banyak yang bunuh diri, sebagaimana tercatatnya muda-mudi jepang yang bunuh diri lantaran hal sepele, pun tidak tercatat dalam sejarah, pada masa kegemilangan islam, perzinahan yang merajalela. Inilah kesuksesan yang sebenarnya. Inilah makna kesuksesan dalam literatur islam. Sukses adalah kondisi ketika adanya keseimbangan, keselarasan atau keharmonisan pada semua komponen yang dibutuhkan agar sesuatu berjalan sebagaimana mestinya. Seumpama sebuah mobil dengan rancangannya yang rumit dan melibatkan banyak komponen. Jika satu saja bagian dari mobil rusak, apalagi bagian yang paling mendasar, maka dapat dipastikan, kinerja mobil akan berkurang (baca: tidak sukses).

Seperti itulah seharusnya cara pikir seluruh umat islam di dunia, jika mereka ingin mendapatkan kesuksesan yang sebenarnya, hendaklah setiap muslim berkaca dan tanyakan pada dirinya, apakah yang tersisa dari identitas keislaman pada dirinya hanya nama dan status agama pada ktp nya? Namanya islami; Yusuf, Muhammad, Isa, Hidayat, atau status agama pada KTPnya tertulis islam. Apakah hanya itu saja? Bagaimana dengan “komponen-komponen” yang lainnya? Tentu kita sangat yakin, mobil tidak dikatakan bagus hanya dengan sekedar kilauan warnanya yang terkesan mewah atau bodynya yang memukau, kita pun yakin balon bisa terbang bukan karena warnanya.

Pun demikian pula dengan saya dan kita semua, tidak akan menjadi seorang muslim yang benar keislamannya sebelum semua komponen keislaman pada diri kita bekerja sebagaimana mestinya. Mulai dari hal-hal mendasar, shalat misalkan, sampai hal-hal yang besar, memilih pemimpin misalkan. Karena islam adalah kepatuhan dan tunduk secara total, jika urusan ritual ibadah harus mau diatur Allah, maka urusan dunia pun demikian, karena ibadah dan kehidupan dalam islam adalah kesatuan yang tak bisa dipisahkan, malahan kehidupan sendiri adalah ibadah, maka setiap unit waktu kita ibadah, langkah kita ibadah, semuanya ibadah. Jadi ibadah bukan sambilan, tapi kehidupan adalah sambilan; cari rezeki adalah sambilan, intinya adalah ibadah. Sungguh menyedihkan jika kita kehilangan yang inti karena mengejar sambilan. Ini mesti saya katakan, karena tak jarang muslim yang mau diatur dalam masalah ibadah ritual, tapi tidak mau ikut aturan islam dalam masalah duniawi, akibatnya kalau ia pejabat korupsi, kalau berbisnis pakai riba dan seterusnya.

Karena hal-hal semacam inilah kita dikatakan sebagai umat terbaik, bukan hanya baik. Menjadi umat tersukses, bukan hanya sukses. Allah berfirman “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf (baik), dan mencegah dari yang munkar (buruk), dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali-Imran: 10). Kita tidak menjadi terbaik hanya dengan sekedar ketaatan pribadi, mengerjakan shalat, zakat, dan ibadah ritual lainnya kemudian beres. Tidak. Karena ibadah semacam itu memang sudah semestinya dan menjadi kewajiban untuk dikerjakan. Kita menjadi terbaik karena mempunyai tanggung jawab pada umat manusia seluruhnya, mengarahkan mereka untuk sama baiknya dengan kita, baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi.

Sampai disini kita lihat, bahwa islam begitu komprehensif, kita shalat, maka yang lain pun diajak shalat, kita berbuat baik, maka yang lain pun diajak berbuat baik, urusan akherat sudah baik, maka tidak lupa urusan dunianya juga harus baik, jauhi riba, jauhi narkoba, jauhi zina, jauhi ghibah dan keburukan-keburukan lainnya. Lagi-lagi inilah makna sukses yang diusung oleh islam, dan dirangkum dalam doa sederhana yang paling sering Rasul panjatkan dalam kesehariannya; Rabbanâ âtinâ fid dunyâ hasanah wa fil âkhirati hasanah, wa qinâ ‘âdzâbannâr. Jika ada ruh dan jasad, maka orang sukses adalah mereka yang jasadnya sehat, ruhnya juga sehat. Jika ada jilbab dan akhlak, maka muslimah yang sukses adalah, yang berjilbab dan juga berakhlak baik.

Dibalik semua kemalangan dan keterpurukan umat yang mungkin sering saya keluhkan, ada hamdalah dan secercah harapan, bahwa umat terbaik itu akan kembali seperti sedia kala. Prinsipnya, semua hal besar, adalah kumpulan komponen-komponen kecil dan mungkin dianggap sepele, yang kemudian disusun sedemikian rupa, dengan ilmu, dengan amal, sehingga menjadi sesuatu yang luar biasa. Besi, skrup dan mesin-mesin tidak menjadi berguna sebelum dirakit sedemikian rupa menjadi mobil yang sempurna.

Menikah adalah langkah pertama untuk mewujudkan umat yang terbaik, sekarang mungkin masih berdua, nanti ada saatnya bertiga dan seterusnya. Lahirnya seorang anak, adalah izzah dan kemulian bagi islam, itu visi besar yang harus kita pegang. Medidik anak, bekerja, dan hal lainnya dalam sebuah keluarga adalah usaha yang barangkali terasa kecil, namun suatu saat akan menjadi bagian dalam visi besar umat islam, Rahmatan lil ‘âlamin, menjadi rahmat untuk alam semesta. Kita tidak pernah tahu, kalau Muhammad kecil, lahir di rumah kecil sederhana yang kemudian menerangi alam semesta, kita pun tidak pernah tahu tokoh-tokoh muslim dalam sejarah, lahir dari keluarga sederhana, kemudian membuat perubahan bagi dunia.

Mudah-mudahan keluarga baru ini menjadi cahaya bagi semesta.

Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment