Makna Hijrah Diri
Hijrah adalah sunnatullah dalam kehidupan para nabi dan Rasul. Beberapa nabi melakukan hijrah untuk mencari tempat yang lebih baik dan kondusif dalam melaksanakan perintah Allah. Begitu pula hijrahnya Rasul, maknanya bukan pelarian atau menghindari siksaan dan fitnah, kita sudah sama-sama tahu bahwa para nabi dan Rasul tidak gentar dengan hal-hal semacam itu. Hijrah Rasul adalah sebuah strategi yang Allah bimbing langsung untuk memulai awal baru sebuah peradaban. Dan bukan hal yang kebetulan kalau kemudian Nabi mengubah nama Yatsrib menjadi Madinah, yang secara bahasa mempunyai akar kata yang sama dengan tamaddun (Peradaban), sebagaimana lazimnya orang-orang yang beradab tinggal di kota (Madinah). Perubahan ini mengisyaratkan bahwa daerah baru tersebut akan dijadikan sebagai pusat peradaban yang baru.
Jadi bisa dikatakan kalau hijrah merupakan perjalanan untuk mengubah sejarah umat manusia di dunia. Umar bin khattab, sebagai pencetus penanggalan hijriyyah ini, sengaja memilih peristiwa hijrah untuk dijadikan sebagai acuan dalam penanggalan islam. Sewaktu beliau bermusyawarah dengan para sahabat, ada empat opsi atau pilihan peristiwa yang bisa dijadikan acuan penanggalan kalender islam: tahun kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tahun ketika diutus sebagai rasul, tahun ketika hijrah, dan tahun ketika beliau wafat. Pilihan acuan penanggalan pada peristiwa hijrah mengisyaratkan bahwa lembaran baru islam tidak dibuka oleh keanggungan seorang tokoh, dengan memeringatkan kelahirannya atau tanggal wafatnya misalkan. Tapi lembaran baru didasarkan pada semangat perubahan, semangat kelahiran peradaban baru umat islam.
Ada banyak Makna dan pelajaran dari momentum hijriah ini yang bisa kita gali, diantaranya, semangat hijrah mengajarkan kepada kita untuk meninggalkan hal-hal yang membuat kita jauh dari Allah, menghamba kepada-Nya beribadah kepada-Nya. Dengan kata lain, usaha kita untuk memerdekakan diri dari semua bentuk penjajahan yang membahayakan status keislaman diri kita, keluarga kita dan anak-anak kita.
Rasul bersabda:
"Al Muhajir man hajara maa nahallahu 'anhu" (HR. BUKHARI)
- Orang yang hijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang Allah larang -
Laa hijrata ba’dal fathi Sabda Rasul, tidak ada lagi hijrah setelah penaklukan makkah, kenapa? Karena kondisinya sudah sudah kondusif untuk umat islam, Makkah yang dulu mencekam bagi umat, kemudian menjadi tempat yang aman bagi umat islam. Saat ini kita tidak perlu hijrah dalam artian hijrah fisik, karena dikanan kiri kita umat islam, yang lebih kita perlukan saat ini adalah hijrah untuk menjadi seorang muslim yang lebih baik.
Pelajaran kedua, pada prosesnya, perjalanan menuju perubahan tersebut pastilah ada ujian dan rintangan. Kadang ada beda antara idealisme dan realitas, karena itu butuh kemantapan jiwa dan keyakinan bukan sekedar keinginan. Pada saat peristiwa hijrah terjadi, ada segelintir kaum muslimin yang memilih untuk tetap tinggal di Mekkah, padahal mereka memiliki kesanggupan untuk berhijrah. Mereka merasa senang tinggal di Mekkah walaupun tidak punya kebebasan menjalankan perintah agama. Orang-orang ini Allah katakan sebagai orang-orang yang menganiaya diri sendiri. Sewaktu perang badar terjadi, mereka dibawa ikut berperang oleh orang musyrikin menghadapi Rasulullah saw. Dalam peperangan ini sebagian mereka mati terbunuh. Di akherat nanti Malaikat menanyakan alasan mereka dan mereka hanya menjawab “Kami adalah orang-orang yang tidak berdaya, orang yang lemah” begitu kata mereka.
Dalam konteks kekinian, banyak orang yang punya seribu satu alasan ketika diajakan pada kebaikan "Belum siap lah, malu lah sama teman-teman, atau sulit meninggalkan kebiasaan, dan alasan-alasan lainnya". Kendati sebenarnya mereka punya kemampuan, mereka lebih senang memelihara kelemahan diri. Saya yakin kalau mereka ditanya antara keinginan masuk surga atau masuk neraka pasti jawabnya ingin masuk surga. Padahal salah satu tiket masuk surga itu "SABAR", dan sabar itu berat, mangkannya hadianya surga, kalau sabar itu gampang, seperti kata orang-orang, hadianya kipas angin atau mobil.
Sudah menjadi ketapan Allah bahwa surga diperuntukan untuk orang-orang yang mau berusaha menjadi baik, sebaliknya neraka diperuntukan bagi mereka yang lebih senang bersama keburukan. Rasul pernah bersabda "Surga itu dilingkupi hal-hal yang tidak menyenangkan, dan neraka dilingkupi oleh hal-hal menyenangkan".
Pelajaran ketiga, Saat Rasul sampai ke Madinah, Rasul memersaudarakan kaum muhajirin dan anshar atas nama persaudaraan islam, persaudaraan semacam ini tidak ada duplikasinya dalam sejarah peradaban manapun. Hal ini mengisyaratkan bahwa umat islam tidak akan menjadi baik kondisinya hanya dengan sekedar individu-individu shalih yang saling tercerai berai. Khalifah Ali pernah berkata "Kebaikan yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kejahatan yang terorganisir dengan baik". Jumlah kaum muslimin pada saat ini tentu lebih banyak dari pada zaman Rasul dan para sahabat, namun ternyata kaum muslimin pada saat itu mampu berjaya dan mengalahkan persia dan Romawi. Kuncinya adalah ikatan persaudaraan mereka sangat kuat.
Pelajaran Keempat, bangunan yang pertama kali Rasul dirikan di Madinah adalah masjid. Masjid adalah jantung peradaban umat islam pada saat itu, disinilah umat islam dibina, disini pula semua lapisan masyarakat dengan pangkat, status dan jabatan mereka yang berbeda-beda lebur. Mungkin hanya di masjid, seorang pemimpin bisa duduk bersama bawahannya, mungkin hanya di masjid seorang pengemis bisa bersandingan dengan pejabat. Keberadaan masjid benar-benar menjadi sumber kekuatan ikatan persaudaraan islam. Sekarang kondisi masjid amat memprihatinkan. Coba lihat shaf pertama dan kedua siapa yang ngisi? berapa umurnya? apa jabatannya? Sepuh, 60 sampai 70 tahunan, apa jabatannya, pensiunan direktur anu, pensiunan pejabat di perusahaan anu. Kemana mereka saat berjaya? Ini mirip seperti pepatah indonesia, habis manis sepah dibuang. Bersyukur lah Allah maha pemurah, mau menerima walaupun itu hanya sepahnya. Intinya adalah jangan berikan sepah-sepah usia kita untuk Allah. Selain itu fungsi lain dari masjid pada saat itu adalah tempat pengajaran, hal ini mengisyaratkan bahwa jika ingin maju butuh ilmu, bukan sekedar semangat dan militansi.
Pelajaran kelima, pada saat peristiwa hijrah terjadi, ada seseorang yang berhijrah bukan karena Allah, tapi karena seorang wanita yang bernama ummu Qais. Lantas Rasul bersabda tentang hal ini:
"Innamal 'amâlu binniyyat...", Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya.
Dari berbagai sumber
Isi dapat dipertanggung jawabkan, jangan ragu untuk copy paste dan belajar.
Jadi bisa dikatakan kalau hijrah merupakan perjalanan untuk mengubah sejarah umat manusia di dunia. Umar bin khattab, sebagai pencetus penanggalan hijriyyah ini, sengaja memilih peristiwa hijrah untuk dijadikan sebagai acuan dalam penanggalan islam. Sewaktu beliau bermusyawarah dengan para sahabat, ada empat opsi atau pilihan peristiwa yang bisa dijadikan acuan penanggalan kalender islam: tahun kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tahun ketika diutus sebagai rasul, tahun ketika hijrah, dan tahun ketika beliau wafat. Pilihan acuan penanggalan pada peristiwa hijrah mengisyaratkan bahwa lembaran baru islam tidak dibuka oleh keanggungan seorang tokoh, dengan memeringatkan kelahirannya atau tanggal wafatnya misalkan. Tapi lembaran baru didasarkan pada semangat perubahan, semangat kelahiran peradaban baru umat islam.
Ada banyak Makna dan pelajaran dari momentum hijriah ini yang bisa kita gali, diantaranya, semangat hijrah mengajarkan kepada kita untuk meninggalkan hal-hal yang membuat kita jauh dari Allah, menghamba kepada-Nya beribadah kepada-Nya. Dengan kata lain, usaha kita untuk memerdekakan diri dari semua bentuk penjajahan yang membahayakan status keislaman diri kita, keluarga kita dan anak-anak kita.
Rasul bersabda:
"Al Muhajir man hajara maa nahallahu 'anhu" (HR. BUKHARI)
- Orang yang hijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang Allah larang -
Laa hijrata ba’dal fathi Sabda Rasul, tidak ada lagi hijrah setelah penaklukan makkah, kenapa? Karena kondisinya sudah sudah kondusif untuk umat islam, Makkah yang dulu mencekam bagi umat, kemudian menjadi tempat yang aman bagi umat islam. Saat ini kita tidak perlu hijrah dalam artian hijrah fisik, karena dikanan kiri kita umat islam, yang lebih kita perlukan saat ini adalah hijrah untuk menjadi seorang muslim yang lebih baik.
Pelajaran kedua, pada prosesnya, perjalanan menuju perubahan tersebut pastilah ada ujian dan rintangan. Kadang ada beda antara idealisme dan realitas, karena itu butuh kemantapan jiwa dan keyakinan bukan sekedar keinginan. Pada saat peristiwa hijrah terjadi, ada segelintir kaum muslimin yang memilih untuk tetap tinggal di Mekkah, padahal mereka memiliki kesanggupan untuk berhijrah. Mereka merasa senang tinggal di Mekkah walaupun tidak punya kebebasan menjalankan perintah agama. Orang-orang ini Allah katakan sebagai orang-orang yang menganiaya diri sendiri. Sewaktu perang badar terjadi, mereka dibawa ikut berperang oleh orang musyrikin menghadapi Rasulullah saw. Dalam peperangan ini sebagian mereka mati terbunuh. Di akherat nanti Malaikat menanyakan alasan mereka dan mereka hanya menjawab “Kami adalah orang-orang yang tidak berdaya, orang yang lemah” begitu kata mereka.
Dalam konteks kekinian, banyak orang yang punya seribu satu alasan ketika diajakan pada kebaikan "Belum siap lah, malu lah sama teman-teman, atau sulit meninggalkan kebiasaan, dan alasan-alasan lainnya". Kendati sebenarnya mereka punya kemampuan, mereka lebih senang memelihara kelemahan diri. Saya yakin kalau mereka ditanya antara keinginan masuk surga atau masuk neraka pasti jawabnya ingin masuk surga. Padahal salah satu tiket masuk surga itu "SABAR", dan sabar itu berat, mangkannya hadianya surga, kalau sabar itu gampang, seperti kata orang-orang, hadianya kipas angin atau mobil.
Sudah menjadi ketapan Allah bahwa surga diperuntukan untuk orang-orang yang mau berusaha menjadi baik, sebaliknya neraka diperuntukan bagi mereka yang lebih senang bersama keburukan. Rasul pernah bersabda "Surga itu dilingkupi hal-hal yang tidak menyenangkan, dan neraka dilingkupi oleh hal-hal menyenangkan".
Pelajaran ketiga, Saat Rasul sampai ke Madinah, Rasul memersaudarakan kaum muhajirin dan anshar atas nama persaudaraan islam, persaudaraan semacam ini tidak ada duplikasinya dalam sejarah peradaban manapun. Hal ini mengisyaratkan bahwa umat islam tidak akan menjadi baik kondisinya hanya dengan sekedar individu-individu shalih yang saling tercerai berai. Khalifah Ali pernah berkata "Kebaikan yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kejahatan yang terorganisir dengan baik". Jumlah kaum muslimin pada saat ini tentu lebih banyak dari pada zaman Rasul dan para sahabat, namun ternyata kaum muslimin pada saat itu mampu berjaya dan mengalahkan persia dan Romawi. Kuncinya adalah ikatan persaudaraan mereka sangat kuat.
Pelajaran Keempat, bangunan yang pertama kali Rasul dirikan di Madinah adalah masjid. Masjid adalah jantung peradaban umat islam pada saat itu, disinilah umat islam dibina, disini pula semua lapisan masyarakat dengan pangkat, status dan jabatan mereka yang berbeda-beda lebur. Mungkin hanya di masjid, seorang pemimpin bisa duduk bersama bawahannya, mungkin hanya di masjid seorang pengemis bisa bersandingan dengan pejabat. Keberadaan masjid benar-benar menjadi sumber kekuatan ikatan persaudaraan islam. Sekarang kondisi masjid amat memprihatinkan. Coba lihat shaf pertama dan kedua siapa yang ngisi? berapa umurnya? apa jabatannya? Sepuh, 60 sampai 70 tahunan, apa jabatannya, pensiunan direktur anu, pensiunan pejabat di perusahaan anu. Kemana mereka saat berjaya? Ini mirip seperti pepatah indonesia, habis manis sepah dibuang. Bersyukur lah Allah maha pemurah, mau menerima walaupun itu hanya sepahnya. Intinya adalah jangan berikan sepah-sepah usia kita untuk Allah. Selain itu fungsi lain dari masjid pada saat itu adalah tempat pengajaran, hal ini mengisyaratkan bahwa jika ingin maju butuh ilmu, bukan sekedar semangat dan militansi.
Pelajaran kelima, pada saat peristiwa hijrah terjadi, ada seseorang yang berhijrah bukan karena Allah, tapi karena seorang wanita yang bernama ummu Qais. Lantas Rasul bersabda tentang hal ini:
"Innamal 'amâlu binniyyat...", Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya.
Dari berbagai sumber
Isi dapat dipertanggung jawabkan, jangan ragu untuk copy paste dan belajar.